Saturday, November 25, 2017

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN


I. UMUM

Pembangunan ketenakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-undang   Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan  masyarakat  Indonesia  seluruhnya  untuk  meningkatkan  harkat,  martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan  masyarakat  sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual.

Pembangunan  ketenagakerjaan  harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak- hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang  bersamaan  dapat  mewujudkan  kondisi  yang  kondusif  bagi  pengembangan  dunia usaha.

Pembangunan  ketenagakerjaan  mempunyai  banyak  dimensi  dan  keterkaian. Keterkaitan  itu  tidak  hanya  dengan  kepentingan  tenaga  kerja  selama,  sebelum  dan sesudah  masa kerja tetap juga keterkaitan  dengan kepentingan  pengusaha,  pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komperehensif, antara laian mencakup pengembangan  sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.

Pembinaan  hubungan  industrial  sebagai  bagian  dari pembangunan  ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan  hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR NO. XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang  ketenagakerjaan,  ketetapan  MPR ini merupakan  tongggak  utama  dalam menegakkan   demokrasi   di   tempat   kerja.   Penegakkan   demokrasi   di   tempat   kerja diharapkan   dapat   mendorong   pekerja/buruh   Indonesia   untuk   membangun   negara Indonesia yang dicita-citakan.

Beberapa   peraturan   perundang-undangan   tentang   ketenagakerjaan   yang   berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan  pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem  hubungan  industrial  yang  menonjolkan  perbedaan  kedudukan  dan kepentingan  sehingga dipandang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang.

Peraturan perundang-undangan tersebut adalah :
• Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad tahun 1887 No. 8);
• Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam bagi Wanita  (Staatsblad tahun 1925 Nomor 647);
• Ordonansi  tahun  1926 Peraturan  Mengenai  Kerja Anak-anak  dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad tahun 1926 Nomor 87);
• Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);
• Ordonansi  tentang  Pemulangan  Buruh  yang  Diterima  atau  Dikerahkan  Dari  Luar Indonesia (Staatsblad tahun 1939 Nomor 454);
• Ordonansi  Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan  Kerja Anak-anak  (Staatsblad tahun 1949 Nomor 8);
• Undang-undang   nomor  1  tahun  1951  tentang  Pernyaataan  Berlakunya  Undang- undang Kerja tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 2);
• Undang-undang  Nomor 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598 a);
• Undang-undang  Nomor  8  Tahun  1961  tentang  Wajib  Kerja  Sarjana  (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);
• Undang-undang Nomor 7 Pnps  Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan  (LOck Out) Di Perusahaan,  Jawatan,  dan Badan yang Vital (Lembaran Negara tahun 1963 Nomor 67)
• Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga  Kerja  (Lembaran  Negara  Tahun  1969  Nomor  55,  Tambahan  Lembaran Negara Nomor 2912);
• Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702);
• Undang-undang  Nomor  11  Tahun  1998  tentang  Perubahan  Berlakunya  Undang- undang  Nomor  25  Tahun  1997  tentang  Ketenagakerjaan  (Lembaran  Negara  1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791); dan 
• Undang-undang  Nomor  28  Tahun  2000  tentang  Penetapan  Peraturan  Pemerintah Pengganti  Undang-undang  Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan  Atas Undang- undang  Nomor  11  Tahun  1998  tentang  Perubahan  Berlakunya  Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042).

Peraturan  perundang-undangan  tersebut  di atas dipandang  perlu untuk  dicabut  dan diganti dengan Undang-undang yang baru. Ketentuan-ketentuan  yang masih relevan dari peraturan perundang-undangan  yang lama ditampung  dalam Undang-undang  ini. Peraturan pelaksanaan  dari undang-undang  yang telah   dicabut   masih   tetap   berlaku   sebelum   ditetapkannya   peraturan   baru   sebagai pengganti.

Undang-undang  ini disamping untuk mencabut ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan   tuntutan   dan  perkembangan   zaman,   dimaksudkan   juga  untuk   menampung perubahan  yang sangat mendasar  di segala aspek kehidupan  bangsa  Indonesia  dengan dimulainya era reformasi tahun 1998.

Di bidang ketenagakerjaan internasional, penghargaan terhadap hak asasi manusia di tempat   kerja   dikenal   melalui   8   (delapan)   konvensi   dasar   Internasional   Labour Organization (ILO). Konvensi dasar ini terdiri atas 4 (epat) kelompok yaitu :
ƒ    Kebebasan Berserikat (Konvensi ILO No. 87 dan No.98);
ƒ    Diskriminasi (Konvensi ILO No. 100, dan No. 111);
ƒ    Kerja Paksa (Konvensi ILO No. 29, dan No. 105); dan
ƒ    Perlindungan Anak (Konvensi ILO No. 138 dan No. 182).

Komitmen  Bangsa  Indonesia  terhadap  penghargaan  pada  haka  asasi  manusia  di tempat  kerja  antara  lain  diwujudkan  dengan  meratifikasi  kedelapan  konvensi  dasar tersebut. Sejalan dengan ratifikasi konvensi mengenai hak dasar tersebut, maka Undang- undang ketenagakerjaan yang disusun ini harus pula mencerminkan ketaatan dan penghargaan pada ketujuh prinsip dasar tersebut.
Undang-undang ini antara lain memuat :
ƒ Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;
ƒ Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan;
ƒ Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh;
ƒ Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. 
ƒ Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja pada pekerjaan  yang  sesuai  dengan  harkat  dan  martabat  kemanusiaan  sebagai  bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja;
ƒ Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan;
ƒ Pembinaan  hubungan  industrial  yang sesuai  dengan  nilai-nilai  Pancasila  diarahkan untuk  menumbuhkembangkan  hubungan  yang  harmonis,  dinamis,  dan  berkeadilan antar para pelaku proses produksi;
ƒ Pembinaan  kelembagaan  dan sarana hubungan  industrial,  termasuk perjanjian  kerja bersama, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagai pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja;

Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1 s.d angka 33 Cukup Jelas


Pasal 2

Pembangunan   ketenagakerjaan   dilaksanakan   dalam   rangka   pembangunan   manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan  manusia  dan  masyarakat  Indonesia  yang  sejahtera,  adil,  makmur,  dan merata baik materiil maupun spiritual.

Pasal 3

Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung. 


Pasal 4

Huruf a
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan  kesempatan  kerja seluas-luasnya  bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan  dan pendayagunaan  ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpatisipasi   secara   optimal   dalam   Pembangunan   Nasional,   namun   dengan   tetap
menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.

Huruf b
Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik  Indonesia  sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan  kesempatan yang  sama  untuk  memperoleh  pekerjaan  bagi  seluruh  tenaga  kerja  Indonesia  sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.
Yang  dimaksud  dengan  perencanaan  tenaga  kerja  mikro  adalah  proses  penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada instansi atau perusahaan yang bersangkutan.
Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 8 

Ayat (1)
Informasi  ketenagakerjaan  dikumpulkan  dan diolah  sesuai  dengan  maksud  disusunnya perencanaan tenaga kerja daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Ayat (2)
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, partisipasi swasta diharapkan dapat memberikan  informasi  mengenai  ketenagakerjaan.  Pengertian  swasta  mencakup perusahaan, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat di pusat, provinsi atau kabupaten/kota.
Ayat (3) 
Cukup Jelas 

Pasal 9

Yang dimaksud dengan peningkatan kesejahteraan dalam pasal ini adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan
kerja.


Pasal 10 

Ayat (1) 
Cukup Jelas
Ayat (2)
Penetapan  standar  kompetensi  kerja  dilakukan  oleh  Menteri  dengan  mengikutsertakan sektor terkait.
Ayat (3)
Jenjang pelatihan kerja pada umumnya terdiri atas tingkat dasar, trampil, dan ahli. Ayat (4) Cukup Jelas


Pasal 11 

Cukup Jelas


Pasal 12 

Ayat (1)
Pengguna   tenaga   kerja   terampil   adalah   pengusaha,   oleh   karena   itu   pengusaha bertanggung   jawab   mengadakan   pelatihan   kerja   untuk   meningkatkan   kompetensi pekerjanya.
Ayat (2)
Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi diwajibkan bagi pengusaha karena perusahaan yang akan memperoleh manfaat hasil kompetensi pekerja/buruh.
Ayat (3)
Pesanaan pelatihan kerja disesuaikan dengan kebutuhan serta kesempatan yang ada di perusahaan agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan perusahaan


Pasal 13 

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelatihan kerja swasta juga termasuk pelatihan kerja perusahaan. Ayat (2) Cukup Jelas 
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas


Pasal 14  

Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3)
Pendaftaran  kegiatan  pelatihan  yang  diselenggarakan  oleh  instansi  pemerintah dimaksudkan   untuk   mendapatkan   informasi   sehingga   hasil   pelatihan,   sarana   dan prasarana pelatihan dapat bergayaguna dan berhasilguna secara optimal.
Ayat (4) Cukup Jelas


Pasal 15 

Cukup Jelas


Pasal 16 

Cukup Jelas

Pasal 17 

Cukup Jelas

Pasal 18

Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2)
Sertifikasi  kompetensi  adalah  proses  pemberian  sertifikat  kompetensi  yang  dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/atau internasional.
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas


Pasal 19 

Cukup Jelas

Pasal 20 

Ayat (1)
Sistem  pelatihan  kerja  nasional  adalah  keterkaitan  dan  keterpaduan  berbagai  unsur pelatihan  kerja yang antara lain meliputi  peserta,  biaya, sarana, dan prasarana,  tenaga kepelatihan,  program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional,  semua unsur dan sumber daya pelatihan kerja nasional yang tersebar di instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ayat (2) Cukup Jelas


Pasal 21 

Cukup Jelas

Pasal 22 

Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2)
Hak peserta pemagangan antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program.
Hak  pengusaha  antara  lain berhak  atas hasil  kerja/jasa  peserta  pemagangan,  merekrut pemagang sebagai pekerja/buruh bila memenuhi persyaratan.
Kewajiban  peserta pemagangan  antara lain menaati  perjanjian  pemagangan,  mengikuti tata tertib program pemagangan, dan mengikuti tata tertib perusahaan.
Adapun kewajiban pengusaha antara lain menyediakan uang saku dan/atau uang transpor bagi peserta pemagangan, menyediakan fasilitas pelatihan, menyediakan instruktur, dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program pelatihan pemagangan.
Ayat (3)
Sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang dibentuk dan/atau diakreditasi oleh pemerintah bila programnya bersifat umum, atau dilakukan oleh perusahaan yang
bersangkutan bila programnya bersifat khusus.

Pasal 24 

Cukup Jelas

Pasal 25 

Cukup Jelas

Pasal 26 

Cukup Jelas 


Pasal 27

Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kepentingan perusahaan dalam ayat ini adalah agar terjamin tersedianya  tenaga  terampil  dan ahli pada  tingkat  kompetensi  tertentu  seperti  juru las spesialis dlam air.
Yang dimaksud dengan kepentingan  masyarakat  misalnya untuk membuka kesempatan bagi masyarakat memanfaatkan industri yang bersifat spesifik seperti teknologi budidaya tanaman dengan kultur jaringan
Yang dimaksud dengan kepentingan  negara misalnya untuk menghemat  devisa negara, maka   perusahaan   diharuskan   melaksanakan   program   pemagangan   seperti   kehalian
membuat alat-alat pertanian modern.

Pasal 28

Cukup Jelas

Pasal 29

Cukup Jelas

Pasal 30

Cukup Jelas

Pasal 31 

Cukup Jelas

Pasal 32

Ayat (1)
ƒ Yang  dimaksud  dengan  terbuka  adalah  pemberian  informasi  kepada  pencari  kerja secara  jelas  antara  lain  jenis  pekerjaan,  besarnya  upah,  dan  jam  kerja.  Hal  ini diperlukan untuk melindungi pekerja/buruh serta untuk menghindari terjadinya perselisihan setelah tenaga kerja ditempatkan.
ƒ Yang dimaksud dengan bebas adalah pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja, sehingga tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan dan pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja yang ditwarkan.
ƒ Yang dimaksud  dengan obyektif adalah pemberi kerja agar menawarkan  pekerjaan yang  cocok  kepada  pencari  kerja  sesuai  dengan  kemampuannya  dan  persyaratan jabatan yang dibutuhkan, serta harus memperhatikan kepentingan umum dengan tidak memihak kepada kepentingan pihak tertentu.
ƒ Yang dimaksud  dengan  adil dan setara  adalah  penempatan  tenaga kerja dilakukan berdasarkan  kemampuan   tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik.
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3)
Pemerataan   kesempatan   kerja   harus   diupayakan   seluruh   wilayah   Negara   republik Indonesia  sebagai  satu  kesatuan  pasar  kerja  nasional  dengan  memberikan  kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja sesuai bakat dan kemampuannya.  Demikian  pula  pemerataan  kesempatan  kerja  perlu  diupayakan  agar
dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja di seluruh sektor dan daerah.


Pasal 33 

Cukup Jelas

Pasal 34

Sebelum undang-undang mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri diundangkan maka  segala  peraturan  perundangan  yang  mengatur  penempatan  tenaga  kerja  di  luar negeri tetap berlaku. 

Pasal 35 

Ayat (1)
Yang dimaksud pemberi kerja adalah pemberi kerja di dalam negeri
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 36 

Cukup Jelas


Pasal 37

Ayat (1) Huruf a
Penetapan  instansi  pemerintah  yang  bertanggungjawab  di  bidang  ketenagakerjaan  di tingkat pusat dan daerah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan  yang berlaku.
Huruf b. Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 38 

Cukup Jelas

Pasal 39 

Cukup Jelas

Pasal 40 

Cukup Jelas

Pasal 41

Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus disusun kebijakan  nasional  di semua sektor yang dapat menyerap  tenaga kerja secara optimal. Agar kebijakan nasional tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi.


Pasal 42 

Ayat (1)
Perlunya pemberian izin penggunaan tenaga kerja warga negara asing dimaksudkan agar penggunaan tenaga kerja warga negara asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.
Ayat (2) Cukup Jelas 
Ayat (3) Cukup Jelas 
Ayat (4) Cukup Jelas 
Ayat (5) Cukup Jelas
Ayat (6) Cukup Jelas

Pasal 43

Ayat (1)
Rencana penggunaan tenaga kerja warga negara asing merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja (IKTA)
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang   dimaksud   dengan   badan   internasional   dalam   ayat   ini   adalah   badan-badan internsional yang tidak mencari keuntungan seperti lembaga yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara lain ILO, WHO, atau UNICEF.
Ayat (4) Cukup Jelas


Pasal 44 

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja warga negara asing antara lain pengetahuan, keahlian, ketrampilan di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia.
Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 45

Ayat (1) 
Huruf a.
Tenaga kerja pendamping  tenaga kerja asing tidak secara otomatis  menggantikan  atau menduduki jabatan tenaga kerja asing yang didampnginya. Pendampingan tersebut lebih dititikberatkan  pada  alih  teknologi  dan  alih  keahlian  agar  tenaga  kerja  pendamping  tersebut  memiliki  kemampuan  sehinga  pada  waktunya  diharapkan  dapat  mengganti tenaga kerja asing yang didampingiya.
Huruf b.
Pendidikan  dan pelatihan kerja oleh pemberi kerja tersebut dapat dilaksanakan  baik di dalam negeri maupu dengan mengirimkan tenaga kerja Indonesia untuk berlatih di luar negeri.
Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 46

Cukup Jelas

Pasal 47 
Ayat (1)
Kewajiban   membayar   kompensasi   dimaksudkan   dalam   rangka   menunjang   upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas


Pasal 48 

Cukup Jelas

Pasal 49 

Cukup Jelas

Pasal 50 

Cukup Jelas

Pasal 51 

Ayat (1)
Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.
Ayat (2) 
Perjanjian  kerja  yang  dipersyaratkan   secara  tertulis  harus  sesuai  dengan  peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antarkerja antardaerah, antarkerja antarnegara, dan perjanjian kerja laut.

Pasal 52 

Ayat (1) Huruf a Cukup Jelas
Huruf  b.
Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.
Huruf c. Cukup Jelas Huruf d. Cukup Jelas 
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 53 

Cukup Jelas

Pasal 54 

Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  tidak  boleh  bertentangan  pada  ayat  ini  adalah  apabila  di perusahaan telah ada peraturan atau perjanjian kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan.
Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 55 

Cukup Jelas

Pasal 56 

Cukup Jelas

Pasal 57 

Cukup Jelas

Pasal 58 

Cukup Jelas

Pasal 59 

Ayat (1)
Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Ayat (2)
Yang dimaksud  dengan  pekerjaan  yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus,  tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus,  tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi  tergantung  cuaca  atau  pekerjaan  itu  dibutuhkan  karena  adanya  suatu  kondisi tertentu  maka  pekerjaan  tersebut  merupakan  pekerja  musiman  yang  tidak  termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu.
Ayat (3) Cukup Jelas 
Ayat (4) Cukup Jelas 
Ayat (5) Cukup Jelas 
Ayat (6) Cukup Jelas 
Ayat (7) Cukup Jelas
Ayat (8) Cukup Jelas

Pasal 60 

Ayat (1)
Syarat   masa  percobaan   kerja  harus   dicantumkan   dalam   perjanjian   kerja.   Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam perjanjian kerja  atau dalam surat pengangkatan,  maka ketentuan  masa percobaan  kerja dianggap  tidak ada.
Ayat (2) Cukup Jelas

Pasal 61

Ayat (1) Huruf a Cukup Jelas
Huruf b. Cukup Jelas
Huruf c. Cukup Jelas
Huruf d.
Keadaan  atau kejadian  tertentu seperti bencana alam, kerusuhan  sosial, atau gangguan keamanan.
Ayat (2) Cukup 
Jelas Ayat (3) Cukup Jelas 
Ayat (4) Cukup Jelas 
Ayat (5)
Yang dimaksud hak-hak yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama  adalah  hak-hak  yang  harus  diberikan  yang  lebih  baik  dan  menguntungkan
pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pasal 62 

Cukup Jelas

Pasal 63 

Cukup Jelas

Pasal 64 

Cukup Jelas

Pasal 65 

Cukup Jelas

Pasal 66

Ayat (1)
Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan  proses  produksi  adalah  kegiatan  yang berhubungan  di luar usaha  pokok  (core business) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (clening service), usaha penyediaan  makanan  bagi  pekerja/buruh  catering,  usaha  tenaga  pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Ayat (2) 
Huruf a Cukup Jelas
Huruf b Cukup Jelas
Huruf c
Perlindungan  upah dan kesejahteraan,  syarat-syarat  kerja maupun penyelesaian perselisihan antara penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerja/buruh harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pekerja/buruh  yang bekerja  pada perusahaan  penyedia  jasa pekerja/buruh  memperoleh hak (yang sama) sesuai dengan perjanjian  kerja, peraturan  perusahaan,  atau perjanjian kerja bersama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainnya di perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh.
Huruf d Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas
Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 67

Ayat (1)
Perlindungan  sebagaimana  dimaksud  dalam ayat ini misalnya penyediaan  aksesibilitas, pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Ayat (2) Cukup Jelas 

Pasal 68 

Cukup Jelas

Pasal 69 

Cukup Jelas

Pasal 70 

Cukup Jelas

Pasal 71

Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usia ini tidak terhambat.
Ayat (2) Cukup Jelas
Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 72 

Cukup Jelas

Pasal 73 

Cukup Jelas

Pasal 74 

Cukup Jelas

Pasal 75 

Ayat (1)
Penanggulangan anak yang bekerja di luar  hubungan kerja dimaksudkan untuk menghapuskan  atau  mengurangi  anak  yang  bekerja  di  luar  hubungan  kerja.  Upaya tersebut  harus  dilakukan  secara  terencana,  terpadu,  dan  terkoordinasi  dengan  instansi terkait.
Anak yang  bekerja  di luar hubungan  kerja  misalnya  anak  penyemir  sepatu  atau  anak penjual koran.
Ayat (2) Cukup Jelas 

Pasal 76

Ayat (1)
Yang     bertanggung     jawab     atas     pelanggaran     ayat     ini     adalah     pengusaha. Apabila  pekerja/buruh  perempuan  yang  dimaksud  dalam  ayat  ini  dipekerjakan  antara pukul 23.00 s.d. 07.00 maka yang bertanggung  jawab atas pelanggaran  tersebut adalah pengusaha.
Ayat (2) Cukup jelas 
Ayat (3) Cukup jelas 
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas

Pasal 77 

Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan tertentu dalam ayat ini misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan.
Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 78

Ayat (1)
Memperkerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus dihindarkan karena pekarja/buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan kebugarannya.  Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak yang harus diselesaikan segera dan tidak dapat dihindari sehingga pekerja/buruh harus bekerja melebihi waktu kerja.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 79

Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a. Cukup jelas 
Huruf b. Cukup jelas 
Huruf c. Cukup jelas 
Huruf d.
Selama   menjalankan   istirahat   panjang,   pekerja/buruh   diberi  uang  kompensasi   hak istirahat tahunan tahun ke delapan sebesar 1/2 (setengah) bulan gaji dan bagi perusahaan yang  telah  memberlakukan  istirahat  panjang  yang  lebih  baik  dari  ketentuan  undang- undang ini, maka tidak boleh mengurangi dari ketentuan yang sudah ada.
Ayat (3) Cukup jelas 
Ayat (4) Cukup jelas 
Ayat (5) Cukup jelas

Pasal 80

Yang dimaksud kesempatan secukupnya yaitu menyediakan tempat untuk melaksanakan ibadah yang memungkinkan  pekerja/buruh  dapat melaksanakan  ibadahnya  secara baik, sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan.

Pasal 81 

Cukup jelas.

Pasal 82 

Ayat (1)
Lamanya  istirahat  dapat  diperpanjang  berdasarkan  surat  keterangan  dokter  kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 83

Yang dimaksud  dengan kesempatan  sepatutnya  dalam pasal ini adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja/buruh perempuan untuk menyusui bayinya dengan memperhatikan   tersedianya   tempat   yang   sesuai   dengan   kondisi   dan   kemampuan
perusahaan, yang diatur dalam peraturan atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 84 

Cukup jelas

Pasal 85

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2)
Ketentuan  dalam ayat ini dimaksudkan  untuk melayani  kepentingan  dan kesejahteraan umum. Di samping itu untuk pekerjaan yang karena sifat dan jenis pekerjaannya  tidak memungkinkan pekerjaan itu dihentikan.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 86 

Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2)
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan   dan   meningkatkan   derajat   kesehatan   para   peerja/buruh   dengan   cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 87

Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  sistem  manajemen  keselamatan  dan  kesehatan  kerja  adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,  perencanaan,  pelaksanaan,  tanggung  jawab,  prosedur,  proses,  dan  sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan  kebijakan  keselamatan  dan  kesehatan  kerja  dalam  rangka  pengendalian resiko yang berkaitan  dengan kegiatan kerja guna teciptanya  tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 88 

Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  penghasilan  yang  memenuhi  penghidupan  yang  layak  adalah jumlah  penerimaan  atau  pendapatan  pekerja/buruh  dari  hasil  pekerjaannya  sehingga mampu  memenuhi  kebutuhan  hidup pekerja/buruh  dan keluarganya  secara wajar yang  meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan,  pendidikan,  kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 89

Ayat (1)
Huruf a. Cukup jelas
Huruf b.
Upah  minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya   menurut  klasifikasi  lapangan  usaha  Indonesia  untuk  kabupaten/kota, propinsi,  beberapa  propinsi  atau  nasional  dan  tidak  boleh  lebih  rendah  dari  upah minimum regional daerah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dalam ayat ini ialah setiap penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarannya ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (3) Cukup jelas. 
Ayat (4)
Pencapaian  kebutuhan  hidup  layak  perlu  dilakukan  secara  bertahap  karena  kebutuhan hidup layak tersebut merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum yang sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan dunia usaha.

Pasal 90 

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2)
Penangguhan   pelaksanaan   upah   minimum   bagi   perusahaan   yang   tidak   mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum  yang  berlaku  dalam  kurun  waktu  tertentu.  Apabila  penangguhan  tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan. 
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 91 

Cukup jelas

Pasal 92

Ayat (1)
Penyusunan  struktur  dan  skala  upah  dimaksudkan  sebagai  pedoman  penetapan  upah sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerja/buruh serta untuk mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Peninjauan upah dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi kerja, perkembangan, dan kemampuan perusahaan.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 93

Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya.
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud pekerja/buruh sakit ialah sakit menurut keterangan dokter. Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud  dengan  menjalankan  kewajiban  terhadap  negara  adalah  melaksanakan kewajiban    negara    yang    telah    diatur    dengan    peraturan    perundang-undangan. Pembayaran  upah  kepada  pekerja/buruh  yang menjalankan  kewajiban  terhadap  negara dilaksanakan apabila :
ƒ negara tidak melakukan pembayaran ; atau
ƒ negara membayar kurang dari upah yang biasa diterima pekerja/buruh, dalam hal ini maka pengusaha wajib membayar kekurangannya.
Huruf e 
Yang dimaksud dengan menjalankan kewajiban ibadah menurut agamanya adalah melaksanakan  kewajiban ibadah menurut agamanya yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf f Cukup jelas 
Huruf g Cukup jelas 
Huruf h Cukup jelas 
Huruf i Cukup jelas 
Ayat (3) Cukup jelas. 
Ayat (4) Cukup jelas. 
Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 94

Yang  dimaksud  dengan  tunjangan  tetap  dalam  pasal  ini  adalah  pembayaran  kepada pekerja/buruh  yang  dilakukan  secara  teratur  dan  tidak  dikaitkan  dengan  kehadiran pekerja/buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu.


Pasal 95

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud  didahulukan  pembayarannya  adalah  upah pekerja/buruh  harus dibayar lebih dahulu dari pada utang lainnya.

Pasal 96 

Cukup jelas.

Pasal 97 

Cukup jelas.

Pasal 98 

Cukup jelas.

Pasal 99 

Cukup jelas.

Pasal 100

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fasilitas kesejahteraan antara lain pelayanan keluarga berencana, tempat penitipan anak, perumahan  pekerja/buruh,  fasilitas beribadah, fasilitas olahraga, fasilitas kantin, fasilitas kesehatan, dan fasilitas rekreasi.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 101 

Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  usaha-usaha  produktif  di  perusahaan  adalah  kegiatan  yang bersifat ekonomis yang menghasilkan pendapatan di luar upah
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 102 

Cukup jelas.

Pasal 103 

Cukup jelas.

Pasal 104

Ayat (1)
Kebebasan   untuk   membentuk,   masuk   atau   tidak   masuk   menjadi   anggota   serikta pekerja/serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerja/buruh.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.


Pasal 105 

Cukup jelas

Pasal 106 

Ayat (1)
Pada  perusahaan  dengan  jumlah  pekerja/buruh  kurang  dari  50  (lima  puluh)  orang, komunikasi dan konsultasi perlu dilakukan melalui sistem perwakilan.
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 107 

Cukup jelas.

Pasal 108 

Cukup jelas.

Pasal 109 

Cukup jelas.

Pasal 110 

Cukup jelas.

Pasal 111 

Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas. 
Huruf b
Yang   dimaksud   dengan   syarat   kerja   adalah   hak   dan   kewajiban   pengusaha   dan pekerja/buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf c Cukup jelas. 
Huruf d Cukup jelas. 
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan  yang berlaku  adalah peraturan  perusahaan  tidak boleh lebih rendah kualitas atau kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila ternyata bertentangan, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3) Cukup jelas. 
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 112 

Cukup jelas.

Pasal 113 

Cukup jelas.

Pasal 114

Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap   pekerja/buruh,    menempelkan    di   tempat   yang   mudah   dibaca   oleh   para
pekerja/buruh, atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja/buruh.

Pasal 115 

Cukup jelas.

Pasal 116

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2)
Pembuatan  perjanjian  kerja  bersama  harus  dilandasi  dengan  itikad  baik,  yang  berarti harus  ada  kejujuran  dan  keterbukaan  para  pihak  serta  kesukarelaan/kesadaran   yang artinya tanpa ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain.
Ayat (3)
Dalam hal perjanjian  kerja bersama dibuat dalam bahasa Indonesia  dan diterjemahkan dalam bahasa lain, apabila terjadi perbedaan  penafsiran,  maka yang berlaku perjanjian kerja bersama yang menggunakan bahasa Indonesia.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 117

Penyelesaian   melalui  prosedur  penyelesaian   perselisihan   hubungan   industrial   dapat dilakukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 

Pasal 118 

Cukup jelas.

Pasal 119 

Cukup jelas.

Pasal 120 

Cukup jelas.

Pasal 121 

Cukup jelas.

Pasal 122 

Cukup jelas.

Pasal 123 

Cukup jelas.

Pasal 124 

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2)
Yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah kualitas dan kuantitas isi perjanjian kerja bersama tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 125 

Cukup jelas.

Pasal 126 

Cukup jelas.

Pasal 127 

Cukup jelas.

Pasal 128 

Cukup jelas.


Pasal 129 

Cukup jelas.

Pasal 130 

Cukup jelas.

Pasal 131 

Cukup jelas.

Pasal 132 

Cukup jelas.

Pasal 133 

Cukup jelas.

Pasal 134 

Cukup jelas.

Pasal 135 

Cukup jelas.

Pasal 136 

Cukup jelas.

Pasal 137

Yang dimaksud dengan gagalnya perundangan dalam pasal ini adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu. Yang  dimaksud  dengan  tertib  dan  damai  adalah  tidak  mengganggu  keamanan  dan ketertiban   umum,   dan/atau   mengancam   keselamatan   jiwa   dan   harta   benda   milik perusahaan atau pengusaha atau orang lain ata milik masyarakat. 

Pasal 138 

Cukup jelas.

Pasal 139

Yang   dimaksud   dengan   perusahaan   yang   melayani   kepentingan   umum   dan/atau perusahaan  yang  jenis  kegiatannya  membahayakan  keselamatan  jiwa  manusia  adalah rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, penjaga pintu perlintasan kereta api, pengontrol pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara, dan pengontrol arus lalu lintas laut.
Yang dimaksud dengan pemogokan yang diatur sedemikian rupa yaitu pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja/buruh yang tidak sedang menjalankan tugas.


Pasal 140

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2)
Huruf a. Cukup jelas.
Huruf b.
Tempat  mogok  kerja  adalah  tempat-tempat  yang  ditentukan  oleh  penanggung  jawab pemogokan yang tidak menghalangi pekerja/buruh lain untuk bekerja.
Huruf c. Cukup jelas. 
Huruf d. Cukup jelas. 
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 141 

Cukup jelas.

Pasal 142 

Cukup jelas.

Pasal 143 

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mengahalang-halangi dalam ayat ini antara lain dengan cara :
a.   menjatuhkan hukuman;
b.   mengintimidasi dalam bentuk apapun; atau 
c.   melakukan mutasi yang merugikan.
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 144 

Cukup jelas.

Pasal 145

Yang  dimaksud  dengan  sungguh-sungguh  melanggar  hak  normatif  adalah  pengusaha secara  nyata  tidak  bersedia  memenuhi  kewajibannya  sebagaimana  dimaksud  dan/atau ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan   perundang-undangan    ketenagakerjaan,    meskipun   sudah   ditetapkan    dan diperintahkan oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pembayaran  upah  pekerja/buruh  yang  mogok  dalam  pasal  ini  tidak  menghilangkan ketentuan pengenaan sanksi terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif.

Pasal 146

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3)
Dalam  hal  penutupan  perusahaan  (lock  out)  dilakukan  secara  tidak  sah  atau  sebagai tindakan balasan terhadap mogok yang sah ata tuntutan normatif, maka pengusaha wajib
membayar upah pekerja/buruh.

Pasal 147 

Cukup jelas.

Pasal 148 

Cukup jelas.

Pasal 149 

Cukup jelas.

Pasal 150 

Cukup jelas.

Pasal 151

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan segala upaya dalam ayat ini adalah kegiatan-kegiatan yag positif yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 152 

Cukup jelas.

Pasal 153 

Cukup jelas.

Pasal 154 

Cukup jelas.

Pasal 155 

Cukup jelas.

Pasal 156 

Cukup jelas.

Pasal 157 

Cukup jelas.


Pasal 158 

Cukup jelas.


Pasal 159 

Cukup jelas.


Pasal 160

Ayat (1)
Keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungan adala istri/suami, anak atau orang yang syah   menjadi   tanggungan   pekerja/buruh   berdasarkan   perjanjian   kerja,   peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Cukup jelas. 
Ayat (4) Cukup jelas. 
Ayat (5) Cukup jelas. 
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.


Pasal 161

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2)
Masing-masing  surat  peringatan  dapat  diterbitkan  secara  berurutan  atau  tidak,  sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dalam hal surat peringatan diterbitkan secara berurutan maka surat peringatan pertama berlaku  untuk  jangka  6  (enam)   bulan.  Apabila  pekerja/buruh   melakukan   kembali pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama masih dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan maka pengusaha dapat menerbitkan surat peringatan kedua, yang juga mempunyai jangka waktu berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya peringatan kedua.
Apabila  pekerja/buruh  masih  melakukan  pelanggaran  ketentuan  dalam  pejanjian  kerja atau peraturan perusahaan  atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat menerbitkan peringatan  ketiga  (terakhir)  yang  berlaku  selama  6 (enam)  bulan  sejak  diterbitkannya peringatan ketiga. Apabila dalam kurun waktu peringatan ketiga pekerja/buruh kembali melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. 
Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya  surat peringatan pertama sudah  terlampaui,  maka  apabila  pekerja/buruh  yang  bersangkutan  melakukan  kembali pelanggaran  perjanjian  kerja  atau peraturan  perusahaan  atau perjanjian  kerja bersama, maka surat peringatan yang diterbitkan oleh pengusaha adalah kembali sebagai peringatan pertama, demikian pula berlaku juga bagi peringatan kedua dan ketiga.
Perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dapat memuat pelanggaran tertentu yang dapat diberi peringatan pertama dan terakhir. Apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dalam tenggang waktu masa berlakunya peringatan pertama dan terakhir dimaksud, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.
Tenggang  waktu  6 (enam)  bulan  dimaksudkan  sebagai  upaya  mendidik  pekerja/buruh agar  dapat  memperbaiki  kesalahannya  dan  di  sisi  lain  waktu  6  (enam)  bulan  ini merupakan  waktu  yang  cukup  bagi  pengusaha  untuk  melakukan  penilaian  terhadap kinerja pekerja/buruh yang bersangkutan.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 162 

Cukup jelas.

Pasal 163 

Cukup jelas.

Pasal 164 

Cukup jelas.

Pasal 165 

Cukup jelas.

Pasal 166 

Cukup jelas.

Pasal 167

Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh dari ayat ini adalah :
• Misalnya   uang   pesangon   yang   seharusnya   diterima   pekerja/buruh   adalah   Rp. 10.000.000,00  dan besarnya jaminan pensiun menurut program pensiun adalah Rp. 6.000.000,00 serta dalam pengaturan program pensiun tersebut telah ditetapkan premi yang ditanggung oleh pengusaha 60% (enam puluh perseratus) dan oleh pekerja/buruh 40% (empat puluh perseratus), maka :
• Perhitungan hasil dari premi yang sudah dibayar oleh pengusaha adalah: sebesar 60% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 3.600.000,00
• Besarnya santunan yang preminya dibayar oleh pekerja/buruh adalah sebesar 40% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 2.400.000,00
• Jadi kekurangan yang masih harus dibayar oleh Pengusaha sebesar Rp. 10.000.000,00 dikurangi Rp. 3.600.000,00 = Rp. 6.400.000,00
• Sehingga  uang  yang  diterima  oleh  pekerja/buruh  pada  saat  PHK  karena  pensiun tersebut adalah:
o Rp. 3.600.000,00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 60% dibayar oleh pengusaha)
o Rp.  6.400.000,00  (berasal  dari  kekurangan  pesangon  yang  harus  dibayar  oleh pengusaha)
o Rp. 2.400.000,00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 40% dibayar oleh pekerja/buruh)
Jumlah Rp. 12.400.000,00 (dua belas juta empat ratus ribu rupiah) 
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.

Pasal 168

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dipanggil secara patut dalam ayat ini adalah pekerja/buruh telah dipanggil secara tertulis yang ditujukan pada alamat pekerja/buruh sebagaimana tercatat di perusahaan berdasarkan laporan pekerja/buruh. Tenggang waktu antara pembanggilan pertama dan kedua paling sedikit 3 (tiga) hari kerja.
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 169 

Cukup jelas.

Pasal 170 

Cukup jelas.

Pasal 171

Tengang waktu 1 tahun dianggap merupakan waktu yang cukup layak untuk mengajukan gugatan.


Pasal 172 

Cukup jelas.

Pasal 173 

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam ayat ini adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya  guna  dan  berhasil  guna  untuk  memperoleh   hasil  yang  lebih  baik  untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3)
Yang  melakukan  koordinasi  dalam ayat ini adalah  insatnsi  yang bertanggungjawab  di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 174 

Cukup jelas.

Pasal 175 

Cukup jelas.

Pasal 176

Yang dimaksudkan dengan independen dalam pasal ini adalah pegawai pengawas dalam mengambil keputusan tidak terpengaruh oleh pihak lain.

Pasal 177 

Cukup jelas.

Pasal 178 

Cukup jelas.

Pasal 179 

Cukup jelas.

Pasal 180 

Cukup jelas.

Pasal 181 

Cukup jelas.

Pasal 182 

Cukup jelas.

Pasal 183 

Cukup jelas.

Pasal 184 

Cukup jelas.

Pasal 185 

Cukup jelas.

Pasal 186 

Cukup jelas.

Pasal 187 

Cukup jelas.

Pasal 188 

Cukup jelas.

Pasal 189 

Cukup jelas.

Pasal 190 

Cukup jelas.


Pasal 191

Yang dimaksud  peraturan  pelaksanaan  yang mengatur  ketenagakerjaan  dalam undang- undang ini adalah peraturan pelaksanaan dari berbagai undang-undang di bidang ketenagakerjaan  baik  yang  sudah  dicabut  maupun  yang  masih  berlaku.  Dalam  hal peraturan pelaksanaan  belum dicabut atau diganti berdasarkan  undang-undang  ini, agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka dalam Pasal ini tetap diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
Demikian  pula  apabila  terjadi  suatu  peristiwa  atau  kasus  ketenagakerjaan   sebelum undang-undang   ini   berlaku   dan   masih   dalam   proses   penyelesaian   pada   lembaga penyelesaian   perselisihan   hubungan   industrial,   maka  sesuai  dengan   azas  legalitas, terhadap   peristiwa   atau   kasus   ketenagakerjaan   tersebut   diselesaikan   berdasarkan peraturan pelaksanaan yang ada sebelum ditetapkannya undang-undang ini.

Pasal 192 

Cukup jelas.


Pasal 193

Cukup jelas.

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin