Monday, November 27, 2017

PERATURAN UAP STOOM VERORDENING 1930 ATAU PERATURAN UAP. TAHUN 1930

PERATURAN UAP STOOM VERORDENING 1930 ATAU PERATURAN UAP. TAHUN 1930



Pasal 1

“Ketel uap yang dimaksud dalam pasal 1 dari undang-undang uap 1930 dibagi atas:
a.   ketel-ketel uap dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya adalah lebih besar dari 1/2 kg tiap cm2 melebihi tekanan udara luar, dan
b.   ketel-ketel uap dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya paling tinggi 1/2 kg cm2 melebihi tekanan udara luar (ketel-ketel uap tekanan rendah)


Pasal 2

Pesawat-pesawat  uap  yang  dimaksud  dalam  pasal  1  dari  Undang-undang  uap  1930 adalah:
a.   Pemanas-pemanas  air diperuntukan  guna mempertinggi  temperatur  dari air pengisi untuk ketel-ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa pembakaran.
b.   Pengering-pengering  uap diperuntukan  guna mempertinggi  temperatur  dari uapnya, dengan jalan pemanasan dari hawa pembakaran.  Bila pesawat-pesawat  ini bersambungan langsung dengan ketel uapnya, maka ia dianggap bersatu dengan ketel uapnya.
c.   Penguap-penguap  diperuntukan guna membuat air sulingan dengan jalan pemanasan dengan uap, dan
d.   Bejana-bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung dimaksudkan uap dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat yang disebut dalam ayat c.”


Pasal 3

1.   Pipa-.pipa  uap  penghubung  termasuk  bejana-bejana  uap  hanya  bila  garis  tengah ukuran daya melebihi 450 mm.
2.   ‘Cylinder-cylinder  dan salut-salut  uap dari mesin-mesin  uap tidak termasuk  bejana uap.  Pipa-pipa  Uap  diperuntukan  guna  memanasi  bahan  cair  pula  tidak  termasuk bejana Uap.”


Pasal 4

1.   ”Seseorang  yang  menghendaki  pengesahan  atas  gambar  rencana  dimaksud  dalam pasal  5  dari  undang-undang  uap  1930,  pesawat  uap  yang  diperuntukan  gunakan dipakai di Indonesia, harus untuk keperluan itu mengajukan surat permohonan bermaterai.  Di Indonesia  pada Kepala  Jawatan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja, di Negeri Belanda pada perwakilan dari Jawatan tersebut yang berada pada Departemen urusan jajahan dengan melampirkan  gambar kalk dan dua afdruknya, dengan skala tidak  kurang  dari  1  :  12,  dengan  ukuran-ukuran  tertulis  lengkap  dan  selanjutnya dengan keterangan-keterangan  dari bahan-bahan yang akan dipakai guna pembuatan pesawat uapnya..
2.   ”Jika pengesyahan yang dimintakan itu diberikan, maka kalk dan sehelai afdruknya dengan dibubuhi tanda pengesyahan dikembalikan pada pemohon”
3.   “Sesuatu pengesyahan yang diberikan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia dapat sewaktu-waktu dicabut oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan kepada perwakilannya dan pula pada yang bersangkutan, diberitahukan dengan segera tentang pencabutan  itu  dengan  menerangkan  alasan-alasan  yang  menyebabkan pencabutannya.”
”Pencabutan   itu   tidak   berlaku   atas   pesawat-pesawat   uap   yang   telah   dimulai pembuatannya”.
Waktu pemberian tahu, seperti yang dimaksud tadi diterima oleh yang bersangkutan.”


Pasal 5

1.   Diharuskan  membayar  pada  Negara  untuk  pemeriksaan  di Indonesia  atas  gambar- gambar mengenai ketel uap Rp. 30,- mengenai pesawat uap lainnya Rp. 20,-  ini suatu pesawat uap lainnya yaitu selain ketel uap yang di maksud. Suatu alat yang termasuk perlengkapan  dari  sesuatu  pesawat  uap,  yang  gambarnya  tidak  bersama  diajukan dengan gambar pesawat uapnya yakni jumlah Rp. 20,-.
2.   Jika pemeriksaan dimaksud dalam ayat 1 mengharuskan diadakan penyelidikan- penyelidikan bahan, maka biaya yang berhubungan dengan penyelidikan-penyelidikan bahan itu, dibebankan pada yang meminta diperiksa gambar-gambar itu”.
3.   “Gambar-gambar rencana yang diajukan itu tidak dikembalikan pada pengirimannya, hanya setelah dipertunjukan kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja suatu  keterangan  yang  menyatakan,   bahwa  jumlah  yang  menurut  ayat  1  telah dibayarkan  di  kas  Negeri  atau  salah  satu  kantor  dari  Jawatan  Pengawasan  Kese- lamatan Kerja.”


Pasal 6

1.   “Seorang yang menghendaki ijin untuk menjalankan sesuatu pesawat uap, dimaksud dalam   pasal   6   dari   Undang-undang    uap   1930,   harus   untuk   kepengawasan Keselamatan  Kerja  disertai  dengan  afdruk  yang  dibubuhi  tanda  pengesahan  dari gambar rencana yang telah disahkan dimaksud dalam pasal 5 ayat 1, atau bila tidak ada  pemeriksaan  seperti  dimaksud  dalam  pasal  yang  disebut  terakhir  ini,  disertai dengan   gambar   pembuatan   dari   pesawat   uapnya   dengan   skala   1   :   12   yang digambarkan  dengan  ukuran-ukuran  tertulis  lengkap  dan  bila  pesawatnya  akan  di tembok  pula disertai dengan gambar  penembokannya,  dalam gambar  mana dimuat semua ukuran yang diperlukan untuk perhitungan dari luas pemasangannya.
2. a. “Surat  permohonan  itu  memuat  keterangan  nama  pembuat  dan  tempat  dimana terletak pabriknya, tahun pembuatan, pula pabrik nomor dan pesawat uapnya.
   b. Tujuan pemakaian dari pesawat uapnya.
   c. Bagi  ketel-ketel   uap,  besar  luas  pemanasan   dan  jumlah  luas  panggangnya terhitung  dalam  M2.  Bagi  pemanas-pemanas  air, pengering-pengering  uap  dan penguap-penguap  luas pemanasannya  dalam M2, bagi bejana-bejana  uap bukan penguap, garis tengah terkecil dari pipa-pipa pemberi uap dan isinya dalam dm3, dan bila ia diperuntukan guna memanasi bahan cair dibawah tekanan dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya, pula dari luas pemanasan dari ruangan untuk bahan cair tersebut. (Dengan luas pemanasan  diartikan bidang yang kena hawa pembakaran atau uap yang memanasinya).
   d. Tekanan  yang  sebenarnya  yang  tertinggi  dalam  kg/cm  yang  dikehendaki  bagi pesawat uapnya (dengan tekanan sebenarnya diartikan selisih dari tekanan yang ditimbulkan   uapnya,   dengan   tekanan   dari  udara  tercemar   yang  sama-sama menekan pada dinding-dinding dari pesawat uapnya. Dalam pada mana 1 atmosfir ditetapkan sama dengan 1 kg/cm2. (Disini dipakailah detecnischeatmosfir).
   e. Bahan-bahan  yang  dipakai  guna  pembuatan  pesawat  uapnya  dalam  berbagai bagian-bagiannya, kecuali bila ini telah ternyata dari gambar pembuatan tersebut diatas.
   f. Tingkap-tingkap   pengamanannya   dan   ukuran-ukurannya   serta   perlengkapan selanjutnya dari pesawat uapnya, dan
   g. Tempat  dimana  pesawat  uapnya  telah  dipasangkan  atau  akan  dipasangkan  dan waktu kapan pesawat uapnya menurut yang ditetapkan dalam pasal 7 dari undang- undang uap 1930, akan dapat diperiksa dan diuji.”
3.   Jika  pesawat  uap  telah  pernah  dipakai  dahulunya  di  Indonesia,  maka  ini  harus diterangkan dalam surat permohonannya, bila mungkin dengan mempertunjukan atau melampirkan Akte Ijin dahulunya.”
4.   “Surat   permohonan   itu   diajukan   oleh   pemohon   pada   pegawai   yang   diserahi pengawasan  atas  pesawat-pesawat  uap  di  dalam  wilayah  dimana  pesawat  uapnya hendak dipakai.”


Pasal 7 

‘Tidak diperlukan Akte Ijin:
a.   Bagi ketel-ketel uap yang mempunyai jumlah tidak melebihi 0,2 sebagai hasil kalian dari jumlah luas pemanasannya  dalam M2 dengan jumlah tekanan sebenarnya yang tertinggi dalam Kg/cm2  kecuali bila tekanan lebih besar dari 2 atmosfeer.
b.   Bagi pemanas air yang dibuat dari pipa-pipa yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 50 mm atau kurang.
c.   Bagi pengering-pengering uap yang tidak langsung bersatu dengan ketel uapnya, yang dibuat dari pipa-pipa yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 25 mm atau kurang.
d.   Bagi  bejana-bejana  uap  yang  diperuntukan  guna  memanasi  bahan  cair  dibawah tekanan,  sepertinya  peti-peti  embun,  penampung-penampung   uap  dan  sebagainya yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sama dengan atau lebih kecil dari 450 mm,  atau  jumlah  hasil  kalian  dari  isinya  dalam  dm2   dengan  tekanan  uapnya  tiap kg/cm2 tidak melebihi angka 600 dan pula untuk bejana-bejana uap semacam itu yang mempunyai isi, tidak mengingat tekanannya, kurang dari 100 dm3.
e.   Bagi  bejana-bejana  uap  yang  diperuntukan  guna  memanasi  bahan  cair  dibawah tekanan, seperti bejana-bejana penguap pertama, air tebu dan sebagainya mempunyai jumlah maksud dibawah dan tidak melebihi angka 300 dan pula bagi bejana uap semacam itu yang mempunyai isi tidak mengikat tekanannya kurang dari 75 dm3.”


Pasal 8

“Akte  Ijin  itu  adalah  diberikan  setelah  pesawat  uapnya  oleh  Jawatan  Pengawasan Keselamatan Kerja diperiksa dan diuji menurut yang ditetapkan dalam pasal berikut”.


Pasal 9

“Pemeriksaan pesawat-pesawat uap seperti dimaksud dalam pasal sebelum ini terdiri atas semua  tindakan  atau  pekerjaan  yang  diperlukan  untuk  mendapatkan  kepastian  bahwa pada  pembuatan   dan  perlengkapan   dari  pesawat-pesawat   uap  itu  memenuhi   yang ditetapkan dalam pasal 10 s/d 27.”


Pasal 10

1.   ‘Tebal plat dari pesawat-pesawat uap dan ukuran-ukuran dari bagian-bagiannya yang bersatu padu, berhubung dengan jenis bahan yang dipakai dan keadaaan pelaksanaan atau  pekerjaannya,  harus  memberikan  cukup  jaminan  keselamatan  dalam pemakaiannya.
2.   Dasar-dasar  guna  mempertimbangkan  apakah  telah  dipenuhi  syarat-syaratnya  itu adalah   ditetapkan   oleh   Kepala   Jawatan   Pengawasan   Keselamatan   Kerja   dan diumumkan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia dengan secara yang akan ditetapkan   olehnya  perubahan-bahan-perubahan   dalam  dasar-dasar   itu  dilakukan secara itu juga.
3.   Jika ternyata bahwa sesuatu pesawat uap telah dibuatkan sama sekali, sesuai dengan gambar rencana yang disyahkan menurut pasal 4, maka pemeriksaan apakah dipenuhi dasar-dasar dimaksud dalam ayat sebelum ini dari pasal ini, tidak diadakan lagi.”


Pasal 11

1.   ”Pada  atau  untuk  ketel-ketel  uap  adalah  besi  cor  atau  besi  tiang  hanya  dapat dipergunakan:
   a.   Untuk ketel-ketel  uap yang bekerja dengan tekan kerja yang tidak lebih dari 3 kg/cm3 dan mempunyai isi tidak lebih dari 100 dm3.
   b.   Untuk ketel-ketel uap tekanan rendah.”
   c.   “Untuk salut-salut uap dari cylinder-cylinder dari mesin-mesin uap yang langsung bersambungan dengan ketel uapnya, jadi yang termasuk bagian dari ketel uapnya, bila mesin-mesin uap itu dipasangkan diatas ketel uapnya.
   d.   Untuk  bagian-bagian   berukuran  kecil,  yang  mana  tidak  akan  menimbulkan bahaya. Dengan ini tidak termasuk bagian-bagian yang sewaktu-waktu harus ditanggalkan,  (dibuka),  seperti  tutup-tutup  dari  lubang-lubang  lalu  orang,  dan lubang-lubang pembuangan kotoran sambungan-sambungan  dari ujung pipa-pipa  dari  ketel-ketel  uap  berpipa  air  dan  sebagainya,  keterangan-keterangan,  katup- katup, rumah-rumah dari tingkap-tingkap pengaman bila garis tengah dari lubang penyalur uapnya melebihi 102 mm dan pula tekanan uap sebenarnya melebihi 10 kg/cm  dengan  pengertian,  bahwa  mengenai  bagian-bagian  dimaksud  diatas  ini dengan besi tuang itu tidak diartikan bahan-bahan yang ternyata oleh pengolahan istimewa dibuatkan cukup liat.(besi tuang yang dapat ditempa).
2.   Dilarang memakai pemanas-pemanas air dengan pengering-pengering uap yang sama sekali atau untuk sebagian dibuat dari besi tuang, kecuali bila garis tengah ukuran dalam dari pipa yang kena hawa pembakaran berjumlah 200 mm atau kurang”.
3.   “Pada penguap-penguap adalah dilarang memakai tutup-tutup dari besi tuang bila ini mempunyai dinding dobel dan didalamnya dimasukkan uap.”
4.   ”Kuningan  hanya dapat dipakai untuk alat perlengkapan  dari pesawat-pesawat  uap yang untuknya tidak disyaratkan lain bahan. Untuk pipa-pipa api dari ketel-ketel uap yang mempunyai garis tengah ukuran dalam disyarakat lain bahan. Untuk pipa-pipa api dari ketel-ketel uap yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 10 cm dan untuk pipa-pipa pemanas dari pesawat-pesawat uap.”
5.   “Dimana  dalam  peraturan  ini  disyaratkan  pemakaian  dari  perunggu,  dapat  pula dipakai lain-lain bahan campuran, sepanjang dinyatakan oleh Kepala Jawatan Pengawasan  Keselamatan  Kerja,  bahwa  bahan  campuran  itu  sekurang-kurangnya sama baiknya untuk tujuan pemakaiannya.”


Pasal 12

”Tiap ketel uap harus diberi perlengkapan sebagai berikut:
a.   Sekurang-kurangnya dua tingkap pengaman, yang baik pembuatannya dan berukuran yang  cukup,  dipasangkan  pada ketel  uapnya  sendiri  atau pada kamar  uapnya  atau penuknya.”
b.   Sekurang-kurangnya satu pedoman tekanan.”
c.   ”Sekurang-kurangnya dua keterangan coba atau pengukur air, dan satu gelas pedoman air memakai keterangan sembur, yang dapat ditusuk sewaktu ketelnya beruap atau dua gelas pedoman air semacam itu.”
d.   “Sekurang-kurangnya  dua alat pengisi, yang tidak bergantungan  satu sama lainnya, yang  masing-masing  dapat  memberikan  kebutuhan  air  pada  ketel  uapnya  dengan leluasa, dimana sekurang-kurangnya satu dari alat-alat ini harus dapat bekerja sendiri.
Dengan  alat  pengisi  yang  dapat  bekerja  sendiri,  diartikan  pompa  uap,  injecteur- injecteur dan alat-alat yang tidak tergantung pada mesin induknya.”
e.   “Suatu alat yang dapat bekerja sendiri, yang dapat memberitahukan  kekurangan air dalam ketel uapnya lepas dari machinist atau tukang pengladennya.”
f.   “Suatu tanda dari batas air terendah yang diperbolehkan.”
g.   “Suatu  kerangan  memakai  plendes  berukuran  40  mm  garis  tengahnya  dan  8  mm tebalnya untuk padanya dipasangkan pedoman tekanan coba.”
h.   “Suatu  kerangan  pembuang  atau  katub  yang  dipasangkan  yang  baik  pada  ketel uapnya, baik langsung maupun memakai suatu pipa dari tembaga, perunggu baja cair atau baja tuang, pipa mana tidak boleh kena tembokan.
i. “Suatu  plat  yang  dipasangkan  memakai  4  baut  tembaga,  memakai  kepala  yang terpendam  yang  mempunyai  garis  tengah  sekurang-kurangnya  10  mm,  pada  plaat mana harus tertera jelas dan utuh:
     1.   tekanan uap yang tertinggi yang diperbolehkan dalam kg, tiap cm dan
     2.   tahun dan tempat pembuatannya pula mana dan pembuatnya.”
j.    ”Lubang-lubang lalu orang dan lumpur seperlunya.”


Pasal 13

“Ketel-ketel uap tekanan rendah harus diberi perlengkapan sebagai berikut:
a.   Sekurang-kurangnya satu gelas pedoman air;
b.   Sekurang-kurangnya satu alat pengisi;
c.   Satu pipa pengaman terbuka, yang ujungnya berada pada tinggi batas air terendah, mempunyai garis tengah ukuran dalam sekurang-kurangnya  50 mm dan mempunyai jarak antara ujung-keujung diukur secara tegak lurus paling besar 5 M;
d.   Suatu kerangan pembuangan, dan
e.   Suatu plaat nama sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 12 dibawah j.”


Pasal 14

1.   Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai isi kurang dari 500 dan diperuntukan  guna bekerja paling tinggi 3 kg/cm adalah cukup satu tingkap pengaman seperti dimaksud dalam pasal 12 ayat a.
2.   “Dua   atau   lebih   ketel-ketel   uap   yang   mempunyai   tekanan   uap   bersama   dan bersambung  demikian  rupa hingga  ketel-ketel  uap itu tidak dapat  dipakai  masing-  masing, dianggap seperti satu ketel uap untuk hal-hal yang bertalian untuk tingkap- tingkap pengaman, pedoman tekanan, dan alat-alat pengisi yang disyaratkan baginya.”
3.   “Pedoman tekanan pada ketel-ketel uap semacam itu, harus dipasangkan pada kamar uapnya, kecuali bila tiap ketelnya diperlengkapi dengan alat semacam itu.”
4.   ”Alat-alat pengisi harus sendiri-sendiri dapat memberikan jumlah air yang diberikan pada ketel-ketel itu sekomplitnya.”


Pasal 15

“Pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap harus diberi perlengkapan sebagai berikut: A. “Pemanas Air:
1.   Satu tingkap pengaman;
2.   Satu kerangan pembuang;
3.   Satu katup yang menutup sendiri pada lubang pengisinya dan
4. Lubang-lubang lain orang atau lubang-lubang kecil yang diperlukan untuk pemeriksaan.”
B. Pengering-pengering uap dengan:
1.   Satu  tingkap  pengaman  bila  pesawat  uapnya  dapat  ditutup  terpisah  dari  ketel uapnya.
2.   Kerangan pembuang air seperlunya dan
3.   Lubang 1 lalu orang atau lubang 2 lebih kecil yang diperlukan untuk pemeriksaan.
C. “Penguap-penguap dengan:
1.   Satu tingkap pengaman;
2.   Satu pedoman tekanan;
3.   Satu gelas pedoman air dan
4.   Satu kerangan pembuang.
D.  Bejana-bejana uap dengan:
1.   Satu  tingkap  pengaman   bila  tekanan  uap  sebenarnya   yang  tertinggi   yang diperbolehkan untuknya berjumlah kurang dari tekanan uap yang tertinggi yang diperbolehkan untuk pesawat uap yang memberikan uap pada bejana uapnya, dan dua tingkap  pengaman  bila tekanan  dalam  bejana  uapnya  kurang  dari ½ dari tekanan tertinggi yang diperbolehkan   untuk pesawat uap yang memberikan uap pada bejana uapnya, atau bila terdapat pemanasan bahan cair dalam ruangan yang tidak terpisah dari uap yang dimaksudkan.”
2.   ”Bila perlu suatu kerangan  untuk dapat memberitahukan  apakah dalam bejana uapnya  masih  berada  tekanan,  kerangan  mana  harus  dapat  ditusuk  sewaktu bejana uapnya bekerja.”
3.   ”Satu pedoman tekanan, dan
4.   Lubang-lubang  lalu  orang  atau  yang  lebih  kecil  yang  diperbolehkan  untuk pemeriksaan.


Pasal 16

1. ”Untuk bejana-bejana uap yang bersambungan langsung dengan ketel uap, yang diperuntukkan guna bekerja dengan tekanan yang sama seperti ketel uapnya, adalah tidak perlu diberi tingkap-tingkap pengaman dan pedoman-pedoman tekanan.”
2.   Pada  bejana-bejana  uap  harus  dipasangkan  tingkap-.tingkap   pengamannya,  pada bejana  itu  sendiri,  atau  pada  pipa  pemberi  uapnya  dan  mulut-mulut  dari  tingkap- tingkap  pengamannya  harus  juga  perlu  diberi  pinjaman,  agar  bahan-bahan  yang berada dalam bejana uap itu tidak dapat menyebabkan  tingkap-tingkap  itu menjadi tersumbat.”
3.   ”Bila berbagai bejana uap diberi uap oleh satu pipa uap, maka adalah cukup bila pada pipa itu dipasangkan satu pedoman tekanan, dan pula satu tingkap pengaman, kecuali bila untük satu atau lebih dari bejana-bejana uap tersebut diperlukan dua tingkap pengaman, menurut yang diperlukan dalam pasal 15 dibawah d.”
4.   ”Pada bejana-bejana uap yang diperuntukan guna dalam sebuah ruangan terpisah dari uap yang disalurkan, dari sesuatu pesawat uap memanasi bahan cair, yang embun atau uapnya dapat mempunyai tekanan lebih dari ½ kg/cm haruslah pada ruangan tersebut dalam pasal 15 dibawah d, 2, 3, 4. Mulut  dari tingkap itu harus perlu diberi penjamin, agar  bahan-bahan  yang  berada  dalam  bejana  tersebut  tidak  dapat  menyebabkan tingkap itu menjadi tersumbat.”


Pasal 17

1.   ”Dasar-dasar guna mempertimbangkan apakah pembuatan tingkap-tingkap pengaman dimaksud  dalam  pasal  12  s/d  16  baik,  dan  apakah  ukuran-ukurannya  mencukupi, adalah ditetapkan  oleh Kepala  Jawatan  Pengawasan  Keselamatan  Kerja.  Mengenai dasar-dasar itu berlakulah segala sesuatu yang ditetapkan dalam ayat kedua dari pasal 10 mengenai dasar-dasar dimaksud dalam ayat tersebut.”
2.   ‘Tingkap-tingkap   pengaman  itu  harus  diperbuat  dan  dipasangkan  pada  pesawat uapnya demikian rupa, hingga dapat mudah diangkat dan diperiksa.”
3.   “Muatannya  harus  diatur  demikian  rupa,  hingga  tingkap-tingkapnya  dapat  menya- lurkan uapnya segera, bila tekanan didalam pesawat uapnya menjadi lebih tinggi dari yang diperbolehkan untuk pesawat uapnya.
4.   “Jika dudukan-dudukannya tidak termasuk satu dengan rumah tingkapnya haruslah ia dijamin secukupnya agar jangan terlepas.
5.   “Bila  sesuatu  tingkap  pengaman  ditekan  dengan  dua  atau  lebih  bobotan,  maka haruslah bobotan ini terdiri atas bundaran-bundaran yang padat, yang hanya berlainan tebalnya,  ia harus  dapat  dilepaskan  satu demi  satu dan dijamin  agar jangan  dapat bergeseran.”
6.   “Semua tingkap pengaman harus diperbuat sedemikian rupa hingga ia tidak terlepas dan bobotannya  tidak dapat bergeseran  pada tangan-tangan  pemikulnya,  sedangkap tingkap-tingkap dan tangan-tangan pemikulnya harus dapat mudah bergerak.”


Pasal 18

“Pesawat dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya tidak lebih dari ½ kg/cm melebihi  tekanan  udara luar, boleh  mempunyai  satu tingkap  hawa saja, atau alat lain, melalui  mana  hawa  luar  dapat  masuk  kedalam  pesawat  uapnya,  segera  bila  tekanan didalam pesawatnya menjadi lebih kecil dengan tekanan hawa luar, jika pesawat uapnya tidak tahan terhadap tekanan dari 1 kg/cm dari sebelah luarnya.”


Pasal 19

1.   Pedoman tekanannya harus menunjukan tekanan dari uapnya dengan jelas dan betul sampai sekurang-kurangnya  kg/cm melebihi tekanan sebenarnya yang tertinggi yang diperbolehkan bagi bekerja pesawat uapnya.”
2.   “Tekanan sebenarnya yang tertinggi harus ditunjukkan dengan suatu tanda yang jelas pada skala dari pedoman tekanannya.”
3.   ”Pedoman tekanannya harus bersambung dengan pesawat uapnya, memakai pipa yang mengandung  air dan pada ketel-ketel uap harus dipasangkan  demikian rupa hingga tukang ladennya dapat melihatnya dari tempat berdirinya biasa.”


Pasal 20

“Bagi ketel-ketel yang mempunyai luas pemanasan kurang dari 5 m2  adalah cukup satu alat pengisi, asalkan ini selalu dapat mudah dijalankan dengan tangan. Karena ketel itu kecil,  maka  berdrijfs-zekerheidnya  juga  dapatlah  diperkecil.  akan  tetapi  syarat-syarat mutlak  tetap,  yakni  kapasiteit  dari  pompa  tangan  itu  haruslah  ini  stoomproduksi  dari pesawat uapnya.


Pasal 21

1.   Pada  ketel-ketel  uap  haruslah  tiap  alat  pengisi  atau  tiap  pipa  pengisinya  sedekat mungkin pada ketel uapnya mempunyai  rumah tingkap. Antara rumah tingkap dan ketel uapnya harus dipasangkan suatu kerang atau katup dan antara katup dan tingkap yang menutup sendiri itu harus dipasangkan suatu kerangan coba.”
2.   ”Pada ketel-ketel uap tekanan rendah adalah cukup satu rumah tingkap, untuk mana dapat dipergunakan rumah tingkap dari pompa pengisinya.”


Pasal 22

“Tanda dari batas air terendah yang diperbolehkan harus dipasangkan pada atau didekat gelas pedoman airnya. Pada ketel-ketel uap darat sekurang-kurangnya  10 cm diatas titik tertinggi yang kena hawa pembakaran. Pada ketel-ketel uap kapal sekurang-kurangnya 15 cm diatas titik itu.


Pasal 23

1.   “Jika  gelas  pedoman  air dan  kerangan-kerangan  coba  dipasangkan  pada  satu  pipa bersama, haruslah garis tengah dari ukuran dalam, baik dari pipa itupun dari pipa-pipa penyambung dengan pesawat uapnya, sekurang-kurangnya  50 mm. Jika ia disambungkan  sendiri-sendiri  dengan  pesawat  uapnya,  maka  garis-garis  tengah  itu harus sekurang-kurangnya  25 mm, kecuali pada ketel-ketel  uap kecil dimana pipa- pipa penyambung sangat pendeknya dan dapat dianggap sebagai nippel-nippel penyambung.  Pipa-pipa  penyambungnya  harus sedapat  mungkin  lurus atau mempunyai suatu bengkokan dengan garis tengah yang besar. Jika ia dibengkokkan secara siku haruslah dalam bengkokan itu dipasang suatu sumbat guna dapat menusuk pipa-pipanya.”
2.   “Gelas-gelas  pedoman air harus mempunyai kerangan-kerangan  atau katup penutup dan penyemprot.”
3.   “Panjang dari gelas-gelas pedoman air harus demikian rupa hingga tinggi airnya dapat dilihat sekurang-kurangnya 60 mm diatas dan 40 mm dibawah batas air terendah yang diperbolehkan. Garis tengah ukuran dalam dari gelas-gelas pedoman yang cylindrisch itu harus sekurang-kurangnya 8 mm.”
4. “Ketel-ketel uap yang diberi berapi dimuka dibelakang harus pada setiap tempat perapiannya  mempunyai  1  gelas  pedoman  air  dan  2  kerangan  coba  atau  2  gelas pedoman air.”


Pasal 24

1.   “Rumah-rumah  dari  kerangan-kerangan  dan  katup-katup,  rumah-rumah  tingkappun potten dari tingkap-tingkap pengaman dan rumah-rumah dari kerangan-kerangan dan katup-katup  yang dimaksud  dalam pasal 23, ayat 2 sepanjang  dalam peraturan  ini tidak ditetapkan yang lain, harus diperbuat dari perunggu, baja tuang lemah atau baja cair. Bagian  dalam dari kerangan-kerangan  katup-katup  dan rumah-rumah  tingkap, pula tingkap-tingkap dan dudukan-dudukan dari tingkap-tingkap pengaman, harus diperbuat dari bahan atau bahan campuran yang baik dan tepat untuk keperluannya.
2.   Kerangan-kerangan  pakking  yang  mempunyai  lubang  penyalur  lebih  dari  30  mm harus mempunyai penjamin agar sumbatnya tidak terlepas bila uliran wantelnya rusak atau baut-baut geserannya putus.”


Pasal 25

“Pipa-pipa  yang menyambungkan  pesawat-pesawat  uap satu sama lainnya harus diper- buat sedemikian rupa. hingga pemuaian dari pipa-pipa itu tidak dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan, bila perlu ia harus mempunyai kerangan-kerangan pembuang.”


Pasal 26

“Dalam kapal-kapal uap yang dipergunakan guna pengangkutan penumpang-penumpang haruslah ruangan dalam mana dipasangkan ketel-ketel uapnya secukupnya dipisahkan dengan dinding-dinding  besi dari kamar-kamar tempat berdiam penumpang-penumpang itu. Aturan ini tidak berlaku atas kapal-kapal yang tidak bergeladak.”


Pasal 27

1.   “Pengujian dari pesawat-pesawat uap seperti yang dimaksud dalam pasal 8, dilakukan dengan  jalan  pemadatan  dengan  air dingin  sampai  didapatkan  tekanan  sebenarnya  pada  pesawat-pesawat  uap  yang  harus  bekerja  dengan  tekanan  dari  5  kg/cm  atau kurang, besar dua kali dari tekanan bekerja pesawat-pesawat uap itu. Pada pesawat- pesawat uap yang harus bekerja dengan tekanan lebih dari 5 tetapi kurang dari 10 kg/cm sebesar 5 kg/cm lebih dari 5 tetapi kurang dari 10 kg/cm sebesar 5 kg/cm lebih dari tekanan bekerja pesawat-pesawat uap itu. Pada pesawat-pesawat uap yang harus bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi sebesar  1 ½  tekanannya itu.”
2.   ”Pesawat-pesawat uapnya dibiarkan dibawah tekanan pengujian itu selama diperlukan untuk dapat memberikan  bagian-bagian  dari pesawat-pesawat  uap itu dengan baik- nya.”
3.   ”Pesawat uapnya harus dapat menahan tekanan pengujian itu dengan tidak bocor dan dengan tidak melihatkan percobaan dalam bentuk dinding-dinding  dengan bocor itu diartikan  bahwa  airnya  keluar  dari  sambungan  dalam  bentuk  selain  dari  beberapa tetesan atau pancaran kecil yang mengembun.”
4.   “Dalam  memakai  pasal  ini  mengenai  ruangan  dari  bahan  cair  dari  bejana  uap diperuntukan guna memanasi bahan cair tersebut dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya, hanuslah untuk tekanan uap dalam pasal ini dibaca tekanan embun.”


Pasal 28

1.   “Bila yang melakukan pemeriksaan yang diuraikan dalam pasal 9 menganggap perlu, maka untuk ketel-ketel uap ia dapat memerintahkan pengujian dengan uap.”
2.   “Tetapi  pengujian  dengan  uap  itu adalah  diwajibkan,  jika  Kepala  Jawatan  Penga- wasan Keselamatan Kerja menurut ayat ke 3 yang ditetapkan dalam pasal 31 membebaskan pengujian dengan tekanan air.


Pasal 29

1.   “Pengujian  pertama  dari  sesuatu  pesawat  uap  dilakukan  sebelum  pesawat  uap  itu ditembok atau diberi bersalut.”
2.   ”Tetapi bila salutan yang diberikan  oleh pembuat pesawat uapnya dan yang diberi bernama atau merk dari pembuat tersebut terdapat dalam keadaan utuh, maka pegawai atau ahli yang menguji pesawat uap itu adalah berkuasa untuk mengabulkan salutan itu tidak dibongkar.”


Pasal 30

“Bila pegawai atau ahli setelah pemeriksaan dan pengujian berpendapat bahwa pesawat uapnya memberikan cukup jaminan keselamatan dalam pemakaiannya, maka ia atas nama Kepala D.P.K.K. pada pemohon atas permohonannya secara tertulis dan bila perlu dengan syarat-syarat untuk sementara memakai pesawat uapnya.”


Pasal 31

1.  “Yang telah melakukan pemeriksaan dan pengujian selekas mungkin memberikan laporannya kepada Kepala Jawatan yang akan memberikan ijinnya yang dimintakan, bila dari laporan itu ternyata bahwa pesawat uapnya itu memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
2.   Bila Kepala tersebut berpendapat bahwa cacat atau penyimpangan dari syarat syarat dari pasal 10 s/d 26 tidak menimbulkan  bahaya segera dalam pemakaiannya,  maka ijin   yang   dimintakan   itu   dapat   diberikan   dengan   syarat,   bahwa   cacat   atau penyimpangan-penyimpangan  itu dengan ancaman untuk ijin tersebut dalam tempo paling  lama  1  tahun  yang  akan  ditetapkan  oleh  Kepala  tersebut  itu  tadi  harus diperbaiki atau dihilangkan.”
3.   Bila pada pemeriksaan dari sesuatu pesawat uap ternyata bahwa karena bangunannya yang istimewa,  tidak perlu secara penuh atau untuk sebagian  dipakainya  satu atau lebih aturan-aturan yang termuat dalam pasal 10 s/d, maka Kepala Jawatan Pengawas Keselamatan Kerja dapat memberikan kebebasan dari aturan-aturan itu secara penuh atau untuk sebagian.
4. ”Jika pemakaian dari sesuatu pesawat uap yang mempunyai bangunan istimewa memberikan  keganjilan-keganjilan  yang  tidak  termuat  dalam  peraturan  ini,  maka Kepala  Jawatan  Pengawasan   Keselamatan   Kerja  dapat  mengikat  pemakaiannya dengan syarat-syarat yang akan ternyata perlu adanya.
5.   Dalam pemberian ijin menurut yang ditetapkan dalam syarat-syarat sebelum ini dari pasal ini Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dapat memberikan syarat- syarat istimewa yang harus diindahkan pada pemakaian pesawat uapnya.”
6.   “Bila  ijinnya  tidak  diberikan  maka  dengan  diam-diam  jadi batallah  ijin sementara yang dimaksud dalam pasal yang terdahulu, bila ini telah diberikan.”


Pasal 32

“Yang dimaksud dalam pasal 30 dan 31 adalah berlaku untuk pemadatan dan pengujian dimaksud dalam pasal 12 ayat 3 dari Stoommordonnantie 1930.”


Pasal 33

”Pemakai-pemakai  dari  pesawat-pesawat  uap  yang  padanya  diberikan  ijin  bersyarat, seperti yang ditetapkan dalam pasal 31 adalah berkewajiban setelah cacat-cacat yang dituliskan  dalam Akte  ijm itu hapus  atau telah  diperbaiki,  memberitahukannya  secara tertulis kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja melalui Ir. dari Jawatan
tersebut.”


Pasal 34 

“Akte Ijin itu memuat:
a.   Nama dan sedapat mungkin kwalitas dan tempat tinggal dari sipemakai.
b.   Nama dari pabrik dari pembuatnya, dan tempat dimana pabrik itu terletak, pula nomor pabrik dari pesawat dan tahun dari pada pembuatannya.
c.   Macam dan tujuan pemakaian dari pesawatnya dan sedapat mungkin sejelas-jelasnya keterangan sesuatu tempat atau kendaraan atau alat pelajaran dimana pesawat uap itu akan ditempatkan.
d.   Untuk  ketel-ketel  uap: bentuknya  dan ukuran-ukuran  dari ketelnya  dan luas pang- gangnya  pula  jumlah  bidang  panasnya  dalam  m2,  untuk  pemanas-pemanas   air, pemanas-pemanas uap dan penguap-penguap, luas pemanasannya: jumlah luas pemanasannya,  dan untuk  besi bahan  cair dalam suatu ruangan  yang terpisah  dari uapnya; dan untuk besi bahan cair dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya; luas pemanasannya  dari ruangan yang diperuntukan  untuk bahan cair dan terhitung dalam m2. Untuk bejana-bejana  uap lainnya bukan penguap-penguap  isi dalam dan garis tengah terkecil dari pipa-pipa pemberi uapnya.
e.   Bahan-bahan dari mana diperbuat pesawat uapnya dalam rangkaian berbagai bagian- bagiannya.
f. Jumlah,  macam  dan  ukuran-ukuran  yang  penting  dari  bangunan-bangunan  penga- mannya yang termasuk perlengkapan dari pesawat uapnya.
g.   Tekanan yang sebenarnya yang tertinggi yang diperbolehkan dalam tiap cm.
h.   Jika perlu syarat-syarat istirnewa yang harus diperhatikan dalam pemakaian pesawat uapnya dan dalam hal-hal dimaksud dalam ayat kedua dan ketiga dari pasal 31 ini.
i. Cacat-cacat  atau penyimpangan-penyimpangan  yang harus diperbaiki atau dihilang- kan dan tempo yang diberikan untuk keperluan itu dan
j. Penyimpangan-penyimpangan  yang diperbolehkan  dan syarat-syarat  istemewa  yang dikaitkan pada menjalankan pesawat uapnya.”


Pasal 35

1.   “Akte Ijin hanis disimpan baik-baik dan atas permintaan dari pegawai yang berhak harus diperlihatkan atau disediakan untuknya.”
2.   “Bila Akte itu hilang maka atas permintaan yang berkepentingan atau atas petunjuk dari pegawai yang berhak untuk halnya itu (untuk mengetahui kehilangannya) akte itu diganti dengan yang baru.
3.   “Untuk akte yang diperbaharui  semacam itu diharuskan  membayar  selainnya harga materai, bila mengenai sesuatu ketel uap pula sejumlah masing-masing: Rp. 25,-  Rp. 30,- Rp 35,- Rp. 45,- atau Rp. 50,- tergantung pada ukuran-ukuran dan perimbangan seperti diterangkan dalam ayat kesatu dari pasal berikut. Dan bila mengenai pesawat uap lainnya sejumlah Rp. 25,- satu dan lainnya kecuali bila dapat dijelaskan itu dapat keterima oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, bahwa hilangnya itu terjadi diluar dari kekuasaan manusia.”


Pasal 36

“Jumlah  yang  dibayar  pada  Negara  oleh  pemohon  untuk  pemeriksaan  pertama  dan Pengujian dari sesuatu pesawat uap adalah sebesar:
a.   Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan 5 m2 atau kurang, dan dimana pula perimbangannya ruangan air dan uap dalam dm dibagi luas pemanasan dalam m2 tidak melebihi angka 50, jumlahnya adalah 37 ½ .
b.   Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan 10 m2  atau kurang dan yang tidak termasuk dibawah a. untuk ketel-ketel uap memakan pemanasan listrik sendiri Rp. 90,-
c.   Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan lebih dari 10 s/d 25 m2  Rp. 135,-  lebih dari 25 s/d 50 m2   Rp 150,- lebih dari 50 s/d 75 m2 Rp. 225,- lebih dari 75 m2 Rp. 90,-.
d.   Untuk pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap 37½ kecuali bila luas pemanasan- nya berjumlah lebih dari m2 atau isinya lebih dari 1000 dm, dalam hal mana biayanya adalah Rp. 90,-


PasaI 37

1. “Bagi tiap uap adalah jumlah-jumlah dimaksud dalam pasal sebelum ini hanya diperhitungkan sekali saja.
2.   Penagihan ulangan dari jumlah-jumlah itu diadakan dalam hal:
a.   Pemindahan  dari ketel-ketel uap darat tetap, kelainan tempat dari yang termuat dalam Akte Ijin sebagai tempat pemasangan semula.
b.   Pemindahan  dari ketel-ketel  uap kapal kecuali dari ketel-ketel  uap dari berkas- berkas  kecil  yang  tidak  mempunyai  geladak  tetapi  kelainan  kapal  dari  yang termuat dalam Akte Ijinnya sebagai kapal dimana dipasangnya, atau pemindahan ke darat, dan
c.   Diadakan pemeriksaan baru dan pengujian baru sepenti dimaksud dalam pasal 12 dari  Undang-undang   uap  1930,  bila  keberatan-keberatan   yang  dikemukakan temyata tidak beralasan.
3.   Dalam hal luas pemanasan sesuatu pesawat uap dibesarkan bila ini tidak membawa salah satu hal tersebut dalam ayat terdahulu dari pasal ini, haruslah dibayar selisih dari biaya-biaya menurut luas pemanasan yang baru dan yang semua.”


Pasal 38

“Jika pemeriksaan atau pengujian dari sesuatu pesawat uap diadakan diluar negeri, maka ongkos-ongkos   perjalanan   dan   penginapan   dari   pegawai   atau   ahli   yang   diserahi pemindahan   atau  pengujian   itu  dibebankan   pada  pemohon   sampai  sejumlah   yang ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.”


Pasal 39

1.   “Para pemakai dari pesawat-pesawat uap harus mengusahakan:
a.   “Agar  pesawat-pesawat   uapnya  dan  segala  sesuatu  yang  dianggap  termasuk dalam-nya berada dalam keadaan pemeliharaan yang baik.”
b.   “Agar pada ketel-ketel uapnya penguap-penguap berada satu atau lebih pipa-pipa gelas pengganti gelas-gelas pedoman air.”
c.   “Agar tekanan uap dalam pesawat uapnya tidak pernah melebihi maximum yang termuat  dalam  Akte  Ijin  yang  diberikan.  ini  tentulah  Sdr.  mengetahui  keeper- luannya dan pentingnya.”
d.   “Agar tinggi air dari sesuatu ketel uap tidak pernah menjadi turun dibawah tanda dimaksud dalam pasal 12 dibawah.”
2.   “Yang dianggap termasuk dalam sesuatu ketel uap ialah dapur api, lorong-lorong asap dan api perlengkapan semua yang menjamin kelangsungan  merata dari bekerjannya pesawat uap itu.”
3.   Para pemakai harus menyuruh melayani dap memperkerjakan  pesawat-pesawat  uap itu  oleh  orang  yang  berpengetahuan  vk  dan  mempunyai  pengertian  yang  cukup tentang pengerjaannya.
4.   “Jika oleh pemakai didapatkan suatu cacat pada pesawat uapnya, maka ia harus mem- beritahukannya  pada air yang bersangkutan  dari Jawatan  Pengawasan  Keselamatan Kerja yang  bila perlu  mengadakan  pemeriksaan  di tempat,  dan  menunjukkan  cara bagaimana pembetulannya dapat dikerjakan. Bila pemakai berkeberatan terhadap cara pembetulan  yang ditunjukkannya,  maka dimintakan keputusan dari Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.


Pasal 40

1.   “Pemeriksaa  dalam dari ketel-ketel  uap kapal, diadakan  sekurang-kuranguya  sekali dalam 1 tahun dan ketel uap darat sekurang kurangnya sekali dalam 2 tahun.
2.   Ketet-ketel  lokomotif  dari  kereta  api  dan  trem,  diuji  kembali  sekurang-kuranguya selalu  dalam  3  tahun  terhitung  dari  tanggal  dijalankannya  setelah  pengujian  atau opname  terakhir.  Pengujian  semacam  itu  diadakan  setelah  tiap  pembetulan  yang penting,  ini untuk  mengetahui  apa pembetulan  itu memenuhi  syarat-syaratnya  dan dapat  menahan  keadaan  dalam  bedirinya  nanti.  Selain  dalam  pemeriksaan  yang dlmaksud dalam ayat sebelum ini dan pasal ini, haruslah paling lama 9 tahun sesudah dijalankan  pertama  kalinya  ketel-ketel  uap  dari  tiap  lokomotif  yang  telah  bekerja selama  itu  diperiksa  luar  dan  dalamnya  secara  teliti,  setelah  pipa-pipa  api  dan salurannya  dibongkar.  Sesudah  itu  pemeriksaan  itu  diulangi  selalu  paling  lambat sesudah   6  tahun   terhitung   dari  tanggal   menjalankannya,   sesudah   pemeriksaan terdahulu dari padanya yang semacam itu juga. Kepala Jawatan Keselamatan Kerja dapat meluluskan pada pengurus dari Jawatan Kereta Api dan Trem untuk menunda pemeriksaan  ini  untuk  tempo  yang  ditetapkannya.  ”Pesawat-pesawat   uap  selain dibayar pada negara oleh pemakai.
3.   “Pesawat-pesawat  uap  selain  ketel-ketel  uap  dan  yang  bangunannya  mengijinkan diperiksa dalamnya sekurang-kurangnya sekali dalam 4 tahun.”


Pasal 41

1.   “Jumlah  yang  harus  dibayar  pada  Negara  oleh  pemakai  dari  sesuatu  pesawat  uap untuk pemeriksaan-pemeriksaan dan pengujian-pengujian yang dimaksud dalam pasal 16 dari Undang-undang Uap 1930, adalah untuk setahun penanggalan sebesar Rp. 10.- untuk tiap ketel uap, ditambah dengan 10 sen tiap-tiap m2 luas pemanasannya dan Rp 5 - untuk tiap pesawat uap lainnya
2. Jumlah-jumlah dimaksud dalam ayat 1 adalah dibayar untuk tahun penanggalan sepenuhnya   dalam  mana  Akte  Ijin  dari  pesawat   uapnya  berlaku.”   Jadi  disini ditekankan pada pengertian selama Akte Ijin itu berlaku, jadi tidak tergantung kepada dipakai atau tidak dipakainya.
3.   “Menyimpan  dari  yang  ditetapkan  dalam  ayat  sebelum  ini,  maka  kepala  Jawatan
Pengawasan Keselamatan Kerja memberikan pembebasan pembayaran:
a.   terhadap  seseorang  yang dalam tahun  penanggalan  baik untuk  selama-lamanya maupun untuk sekurang-kurangnya 1 tahun berhenti menjadi pemakai dari sesuatu pesawat uap, untuk bulan-bulan berikutnya daripada bulan dalam masa ia berhenti menjadi  pemakai  pesawat  uapnya,  dengan  pengertian  bahwa  dalam  hal-hal istimewa menurut pertimbangan Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, dapat diadakan penyimpangan dari tempo minimum tersebut.
b.   Terhadap seseorang yang dalam tahun penanggalan menjadi pemakai dari pesawat uap untuk sekurang-kurangnya  1 tahun, untuk  bulan-bulan  berikutnya  daripada dalam mana ia menjadi pemakai pesawat uapnya, dengan pengertian bahwa bila untuk  pesawat  uapnya  dalam tahun  penanggalan  yang  dimaksud  olehnya  telah dibayar jumlah untuk seperti termaksud dalam pasal 36, maka ia dibebaskan dari pembayaran tahun penanggalan sepenuhnya. Dalam hal-hal istimewa oleh kepala Jawatan Pengawasan Keselamtan Kerja dapat diadakan penyimpangan dari tempo minimum tersebut.



Pasal 42

1. “Pemeriksaan tahunan dari ketel-ketel uap dari kapal-kapal dilakukan dengan mengutamakan sewaktu kapal-kapal itu dimasukkan galangan, tentang hal mana harus diberitahukan tepat pada waktunya pada pegawai yang diserahi pengawasan”
2.   “Para pemakai dari ketel-ketel uap yang dipasang dalam kapal-kapal sungai, berkas- berkas uap sekoci, harus mengusahakan agar ketel-ketel uapnya tepat pada waktunya berada ditempat yang ditunjuk untuk pemeriksaan itu.”


Pasal 43

“Bila untuk keperluan sesuatu pemeriksaan suatu pesawat uap harus diberhentikan, maka pemakaiannya harus mengusahakan:
a.   “Agar pesawat uapnya kosong sama sekali dari semua bagian-bagiannya,  baik dari luar maupun dari dalam, pula lorong-lorong asapnya dibersihkan secukupnya.”
b.   Agar semua  bagian  dari pesawat  uapnya  dingin  secukupnya  untuk  memungkinkan pemeriksaan itu.
c.   “Agar bila pesawat uapnya bersambungan dengan satu atau lebih pesawat uap yang sedang bekerja, pipa-pipa uap pembuang, pipa-pipa pengisi bersama dari pesawat uap yang akan diperiksa itu dilepaskan, jadi terpisah atau ditutup memakai suatu plendes buta yang dipasang antara katup dan pesawat uapnya.”


Pasal 44

1.   “Pengujian-pengujian  dari pesawat-pesawat  uap yang dilakukan  sesudah  pengujian untuk menjalankan pesawat-pesawat uapnya, adalah dilakukan dengan tekanan paling tinggi tiga kilogram tiap sentimeter persegi lebih dari tekanan yang diperbolehkan.”
2.   “Bila yang menguji pesawat uapnya berpendapat, bahwa pesawat uapnya tidak dapat bekerja lagi dengan aman memakai tekanan yang diperbolehkan dahulunya, maka ia meniberitahukan   pada   pemakainya   tekanan   berapa   dapat   diperbolehkan   untuk pemakaian   selanjutnya   dengan  mengemukakan   alasan-alasannya.   Pemakai  harus segera tunduk pada keputusan itu.”
3.   “Bila pemakai mengemukakan keinginannya untuk memakai pesawat uap itu dengan tekanan lebih rendah seperti yang ditunjukan, maka Kepala D.P.K.K. memerintahkan pada   pegawai   yang   bersangkutan   dari   Jawatan   tersebut   untuk   atas   namanya mengadakan perubahan-perubahan seperlunya dalam Akte ljinnya tanggal dan nomor dari perintah ini harus dicatat oleh pegawai itu pada perubahan-perubahan dalam Akte Ijinnya.”
4.   “Bila  pemakai  berkeberatan  terhadap  keputusan  dimaksud  dalam  ayat  kedua  dan dengan cara seperti yang disyaratkan dalam pasal 12 dari Undang-undang uap 1930.”
5.   “Bila keputusan dimaksud dalam ayat kedua dari pasal ini menjadi tidak dapat digugat lagi karena dibenarkan  oleh pihak atasan atau oleh karena berakhirnya  tempo yang ditetapkan maka A.I. nya dirubah seperti yang ditetapkan dalam ayat ketiga dari pasal ini.”
6. “Bila pemakai, baik segera maupun sesudahnya keputusan pihak atasan, dengan perantaraan  pegawai  yang  bersangkutan  memberitahukan  kepada  kepala  D.P.K.K. bahwa  ia  bersedia   menjalankan   pembetulan-pembetulan   yang  diperlukan   untuk membuat pesawat uapnya tahan terhadap tekanan yang diperbolehkan semula, maka Kepala   D.P.K.K.   memberikan   pada   pemakaiannya   suatu   tempo   dalam   mana pembetulan-pembetulan  itu harus diselesaikan.  Sesudah  pembetulan-pembetulan  itu maka  pesawat  uapnya  tidak  boleh  dijalankan  hanya  sesudah  diperiksa  dan  diuji kembali.”


Pasal 45

1.   “Seseorang yang telah melakukan pemeriksaan dan pengujian, mencatatkannya dalam A.I. nya dengan menerangkan hasil dari pemeriksaan itu dan juga tindakan-tindakan yang boleh jadi harus diambil guna menjamin pemakaian selanjutnya yang aman.”
2.   “Bila pemeriksaan itu dilakukan oleh seorang ahli seperti dimaksud dalam pasal 13 ayat-ayat  dari  Undang-undang  uap  l930  maka  ia  diwajibkan  segera  mengirimkan salinan dari pendapatan-pendapatannya  pada Insinyur dari D.P.K.K. dimana pesawat- pesawat uapnya termasuk wilayah kekuasaannya.”


Pasal 46

1.   “Bila pesawat-pesawat uap yang dapat dipindahkan, dialihkan dari tempat, kendaraan atau kapal dimana dipasangnya menurut Akte Ijinnya, maka para pemakainya berkewajiban bila mengenai pesawat-pesawat uap termasuk dalam bangunan/instalasi atau   perusahaan-perusahaan    yang   ditujukannya    membawa    pemindahan    yang berulang-ulang  seperti komidi putar, bioskop dan sebagainya  dalam tempo sebulan sesudahnya pemindahan itu memberitahukannya pada Insmyur dari D.P.K.K, dimana pesawat uap itu sebelum pemindahannya termasuk dalam wilayah kekuasaannya dan dalam  hal-hal  lainnya  dalam  tempo  yang  sama  ia harus  memberitahukannya  pada Kepala D.P.K.K
2.   Bagi  pesawat-pesawat  uap  yang  dipasang  pada  kendaraan-kendaraan   dan  diper- untukan  pula  guna  menjalankan  kendaraan  itu,  pemberian  tahu  itu  hanya  harus dilakukan, bila pemindahannya berlangsung lebih dari delapan minggu berturut.”


Pasal 47

1.   “Bila  suatu  pesawat  uap  karena  keadaan  apapun  juga  mengalami  kejadian  hingga keadaan tidak sesuai lagi secara kata tertulis dengan uraian yang dimuat dalam A.I. nya, pula bilamana pemegang ijin yang termuat dalamnya karena penjualan pesawat uapnya atau karena sebab lain apapun juga menjadi tidak benar lagi, maka dalam hal pertama adalah pemakaiannya dan dalam hal kedua orang yang atas namanya dicatat A.Inya berkewajiban segera memberitahukannya pada Kepala D.P.K.K dengan perantaraan pegawai yang dalam daerah yang bersangkutan diserahi pengawasan atas pesawat-pesawat uap.”
2.   “Bila dalam hal kedua dimaksud  dalam ayat kesatu itu, orang yang mendapat  hak memakai pesawat uapnya pula hendak memakainya, maka ia memberitahukan dalam sebulan sesudah ia menjadi pemakai, pada Kepala D.P.K.K. dengan cara seperti yang diuraikan  dalam  ayat  kesatu  dan  berupa  suatu  surat  permohonan  bermaterai  yang memuat permintaan agar akte ijinnya dibalik nama menjadi atas namanya.”
3.   “Bila  para  pegawai  yang  diserahi  pengawasan  mendapatkan  pesawat-pesawat  uap dalam keadaan dimaksud dalam ayat kesatu dari pasal ini, dengan tidak diberitahukan oleh  pemakainya  secara  yang  diuraikan  diatas  ini,  maka  mereka  segera  melapor- kannya pada Kepala D.P.K.K.”


Pasal 48

1.   “Bila  sesuatu  pesawat  uap  mengalami  perubahan  seperti  dimaksud  dalam  pen- dahuluan dari pasal sebelum ini atau dipindahkan ketempat lain atau kendaraan atau kapal  lain  dari  yang  dicatat  dalam  A.I.  nya  maka  pesawat  uapnya  tidak  boleh dijalankan kembali sebelum pemakai untuk itu mendapatkan kekuasaan dari insinyur yang bersangkutan dari D.P.K.K. ini untuk menampung segala sesuatunya bertalian dengan   perubahan-perubahan   itu   atau   pemindahan-pemindahan   itu.   Jadi   untuk diperiksa pesawat uapnya apakah tetap memenuhi syarat-syaratnya dan untuk membereskan pencatatan perubahan pemakainya, tempat kedudukan pesawat uapnya.
2.   Dalam pemindahan dari ketel-ketel uap darat tetap, selalu A.I. nya dicabut dan atas ketel-ketel uapnya dilakukan pemeriksaan dan pengujian kembali.”
3.   “Dalam   hal   pemindahan   dari   pesawat-pesawat   uap   lainnya,   Kepala   D.P.K.K. memutuskan, apakah Aktenya harus dirubah atau dicabut.”


Pasal 49

“Bila sesuatu pesawat uap tidak dipakai lebih lama dari tiga tahun berturut-turut, maka kepala D.P.K.K. dapat mencabut A.I. nya”


Pasal 50

“Dengan hukuman penjara paling lama 3 bulan atau denda paling tinggi lima ratus rupiah dihukum  seseorang   yang  tidak  menunaikan   kewajiban-kewajiban   yang  dibebankan dengan aturan-aturan dari Peraturan Pemerintah ini.”


Pasal 50a

1. “Bila dikehendaki maka Kepala D.P.K.K. berhak memerintahkan mengadakan Pemeriksaan  dan pengujian-pengujian  atas pesawat-pesawat  uap yang atasnya tidak berlaku aturan-aturan dari “Undang-undang uap l930.”
2. ”Untuk  pemeriksaan-pemeriksaan   dan  pengujian-pengujian   dimaksud  dalam  ayat kesatu pemohonnya harus membayar pada Negara biaya-biaya pemeriksaan dimaksud dalam ayat kesatu dari pasal 41, tetapi dengan pengertian, bahwa biaya-biaya itu diperhitungkan untuk tiap pemeriksaan atau pengujian.”


Pasal 51

“Keputusan-keputusan  yang  diambil  oleh  Direktur  Pekerjaan  Umum,  Kepala  Jawatan Urusan  Uap  dan  Kepala  D.P.K.K.  menurut  reglemen-reg1emen  yang  dahulu,  tetaplah berlaku dengan tidak berubah.”


Pasal 52

“Peraturan Pemerintah ini dapat disebut sebagai “Peraturan Uap 1930 ia berlaku terhitung mulai 1 januari 1931.”

PERATURAN UAP STOOM VERORDENING 1930 ATAU PERATURAN UAP. TAHUN 1930 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin