Friday, December 1, 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI



PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.


Menimbang : bahwa  dalam  rangka  pelaksanaan  Undang-undang  Nomor  44  Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070), dianggap  perlu mengatur  lebih lanjut keselamatan  kerja pada pemurnian   dan  pengolahan   minyak   dan  gas  bumi  dengan   suatu Peraturan Pemerintah.

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak   dan   Gas   (Lembaran   Negara   Tahun   1960   Nomor   133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);
3. Undang-undang 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara  Tahun  1970  Nomor  1, Tambahan  Lembaran  Negara  Nomor 2918);
4. Undang-undang     Nomor    8    Tahun    1971    tentang    Perusahaan Pertambangan  Minyak  dan  Gasa  Bumi  Negara  (Lembaran  Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :  PERATURAN  PEMERINTAH  TENTANG  KESELAMATAN   KERJA PADA  PEMURNIAN   DAN  PENGOLAHAN   M1NYAK   DAN  GAS BUMI.

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Di dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. Pemurnian dan Pengolahan adalah usaha memproses minyak dan gas bumi di daratan atau di daerah lepas pantai dengan cara mempergunakan proses fisika dan kimia guna memperoleh   dan  mempertinggi   mutu  hasil  minyak  dan  gas  bumi  yang  dapat digunakan;
b. Tempat pemurnian  dan pengolahan  adalah tempat penyelenggaraan  pemurnian  dan pengolahan  minyak  dan  gas  bumi  termasuk  didalamnya  peralatan,  bangunan  dan instalasi yang secara langsung dan tidak langsung (penunjang) berhubungan dengan proses pemurnian dan pengolahan;
c. Perusahaan  adalah  perusahaan  yang  melakukan  usaha  pemurnian  dan  pengolahan minyak dan gas bumi;
d. Pengusaha adalah Pimpinan Perusahaan;
e. Kepala  Teknik  Pemurnian  dan  Pengolahan  adalah  Penanggung  jawab  dari  suatu pemurnian  dan pengolahan  minyak  dan gas bumi  yang selanjutnya  disebut  kepala Teknik;
f. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi;
g. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi;
h. Direktur   adalah   Direktur   Direktorat   yang   lapangan   tugasnya   meliputi   urusan Keselamatan Kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
i. Kepala Inspeksi adalah Pelaksanaan Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi;
j. Pelaksanaan Inspeksi Tambang adalah Pelaksana Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi.


Pasal 2

(1) Tata  usaha  dan  pengawasan   keselamatan   kerja  atas  pekerjaan-pekerjaan   serta pelaksanaan   pemurnian   dan  pengolahan   minyak  dan  gas  bumi  berada  dalam wewenang dan tanggung jawab menteri.
(2) Menteri  melimpahkan   wewenangnya   untuk  mengawasi  pelaksanaan   ketentuan- ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kepada Direktur Jenderal dengan hak substitusi.
(3) Pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Inspeksi dibantu oleh Pelaksana inspeksi Tambang.
(4) Kepala Inspeksi memimpin dan bertanggungjawab mengenai pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mempunyai wewenang sebagai Pelaksana Inspeksi Tambang.
(5) Pelaksanaan  Inspeksi  Tambang  melaksanakan  pengawasan  ditaatinya  ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 3

(1) Pengusaha  bertanggung  jawab  penuh  atas  ditaatinya  ketentuan-ketentuan  dalam Peraturan Pemerintah ini dan kebiasaan yang baik dalam teknik pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi.
(2) Dalam  hal  Pengusaha  menjalankan  sendiri  pimpinan  dan  pengawasan  di  tempat pemurnian dan pengolahan, ia menjabat sebagai Kepala Teknik dan mendapat pengesahan dari kepala Inspeksi.
(3) Dalam  hal  Pengusaha  tidak  menjalankan  sendiri  pimpinan  dan  pengawasan  di tempat pemurnian dan pengolahan ia diwajibkan menunjuk seorang sebagai Kepala Teknik   yang   menjalankan   pimpinan   dan   pengawasan   pada   pemurnian   dan pengolahan yang harus disahkan terlebih dahulu oleh Kepala Inspeksi sebelum yang bersangkutan melakukan pekerjaannya.
(4) Kepala Teknik termaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(5) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang wakil yang disahkan oleh Kepala Inspeksi sebagai penggantinya, apabila ia berhalangan atau tidak ada di tempat selama maksimum 3 (tiga) bulan berturut-turut, kecuali apabila ditentukan lain oleh Kepala Inspeksi.
(6) Serah terima tenggung jawab antara Kepala Teknik dan wakilnya termaksud pada ayat (5) harus dilakukan secara tertulis.


BAB II BANGUNAN


Pasal 4

(1) Selambat-lambatnya  2 (dua)  bulan  sebelum  mulai  membangun  atau  mengadakan perubahan dan atau perluasan tempat pemurnian dan pengolahan, Pengusaha diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala Inspeksi mengenai hal-hal:
a. Lokasi geografis;
b. Denah Bangunan dan instalasi pemurnian dan pengolahan;
c. Bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemurnian dan pengolahannya;
d. Proses diagram;
e. Instalasi pencegah kebakaran yang bersifat permanen baik dengan air maupun bahan kimia;
f. Jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya;
g. Hal-hal yang dianggap perlu oleh Kepala Inspeksi.
(2) Apabila  dalam  pelaksanaannya  terdapat  perubahan  mengenai  hal-hal  yang  telah diajukan sesuai dengan ketentuan termaksud pada ayat (1), Pengusaha diwajibkan menyampaikannya secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
(3) Dalam   masa   pembangunan   tempat   pemurnian   dan   pengolahan,   pembuatan, pendirian, penyusunan dan pemasangan semua peralatan, bangunan dan instalasi pemurnian dan pengolahan berada dibawah pengawasan Kepala Inspeksi.


Pasal 5

(1) Semua  bangunan  dan  instalasi  dalam  tempat  pemurnian  dan  pengolahan  harus memenuhi syarat-syarat teknis dan keselamatan kerja yang sesuai dengan sifat-sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan.
(2) Perencanaan, pendirian dan pemeliharaan instalasi pemurnian dan pengolahan harus dilaksanakan  dengan baik untuk menjaga keselamatan  terhadap  alat, pesawat dan peralatan serta para pekerja.
(3) Semua  bangunan  dan  instalasi  yang  didirikan  di dalam  daerah  yang  mempunyai kemungkinan  besar  bagi  timbulnya  bahaya  kebakaran,  harus  dibuat  dari  bahan- bahan yang tidak mudah terbakar.
(4) Semua bangunan dan instalasi harus dilengkapi dengan sistem telekomunikasi yang baik.
(5) Instalasi   unit   proses   pemurnian   dan   pengolahan   dan   instalasi   lainnya   harus ditempatkan pada lokasi yang tidak mudah menimbulkan berbagai bahaya dan kerusakan terhadap sekitarnya.
(6) Instalasi-instalasi unit proses yang berlainan fungsinya harus diatur penempatannya sesuai dengan sifat bahan-bahan yang diolah dan dihasilkan, dengan maksud untuk mengurangi atau membatasi menjalarnya kerusakan apabila terjadi kecelakaan dan atau kebakaran.
(7) Semua  peralatan,  bangunan  dan  instalasi  yang  dapat  menimbulkan  kemungkinan terjadinya arus listrik yang diakibatkan oleh petir atau liar, muatan statis dan sebagainya, harus dilengkapi dengan suatu sistem untuk meniadakannya.
(8) Dalam mengadakan perbaikan dan pemeliharaan tempat pemurnian dan pengolahan harus digunakan cara, peralatan dan tenaga yang memenuhi syarat.


Pasal 6

Tanda  warna  peralatan  pada  tempat  pemurnian  dan  pengolahan  seperti  kolom,  pipa, pesawat,   rambu   tanda   bahaya,   alat   pelindung,   dan   lain-lainnya   harus   memenuhi keseragaman warna yang disetujui oleh Kepala Inspeksi.


BAB III JALAN TEMPAT KERJA.


Pasal 7

(1) Jalan dalam tempat pemurnian dan pengolahan harus baik dan cukup lebar, sehingga setiap tempat dapat dicapai dengan mudah dan cepat oleh orang maupun kendaraan serta harus dipelihara dengan baik, diberi penerangan yang cukup dan dimana dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas.
(2) Apabila di dalam tempat pemurnian dan pengolahan terdapat jalan kereta api, maka jalan tersebut harus dibuat sesuai dengan keadaan tanah, beban jalan serta kecepatan kereta api.
(3) Sepanjang jembatan sekeliling lubang yang membahayakan dan pinggir tebing yang terbuka harus diberi pagar yang cukup kuat.
(4) Setiap  instalasi  unit  proses  pemurnian  dan  pengolahan  harus  mempunyai  tempat kerja dan tempat lalu-lintas yang baik, aman dan harus selalu dalam keadaan bersih.
(5) Lantai terbuka, selokan dan penggalian di tempat kerja harus diberi tanda yang jelas dan dapat dilihat dengan mudah, baik pada siang maupun malam hari.
(6) Geladak kerja, lantai dan lorong, termasuk titian untuk berjalan, jembatan, tangga dan lubang  yang  dibuat  di lantai  dan dinding,  harus  dipelihara  dengan  baik  dan dibuat  dengan  memenuhi  syarat-syarat  keselamatan  kerja,  serta  apabila  dianggap perlu dilindungi dengan pagar yang aman untuk mencegah terjadinya bahaya atau kecelakaan.
(7) Tangga  harus  dilengkapi  sekurang-kurangnya  pada  1  (satu)  sisi  dengan  tempat pegangan yang kuat.
(8) Tangga  yang  dapat  dipindah-pindahkan  harus  dilengkapi  dengan  alat  pengaman terhadap kemungkinan bergeser.
(9) Bejana, reservoir dan bak yang terbuka yang berisikan bahan cair, termasuk yang rnendidih, panas atau yang dapat melukai, sepanjang  dapat menimbulkan  bahaya, harus dikelilingi  dengan pagar yang aman atau dibuat usaha-usaha  lainnya untuk mencegah kecelakaan.
(10) Jembatan tempat kerja dan tangga harus diperiksa secara berkala.


Pasal 8

(1) Tempat kerja harus bersih dan dipelihara dengan baik.
(2) Tempat kerja harus dilengkapi dengan penerangan yang sesuai dengan syarat-syarat keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
(3) Ruangan  kerja  harus  mempunyai  ventilasi  yang  baik  yang  disesuaikan  dengan jumlah orang dan keadaan udara yang terdapat di dalam ruangan tersebut.
(4) Ruangan kerja harus diatur sedemikian rupa, sehingga kebisingan berada dibawah nilai ambang batas yang ditentukan;  atau apabila hal ini tidak dapat dicapai para pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri.
(5) Ruangan  kerja  harus  dapat  dicapai  dan  ditinggalkan  dengan  mudah  dan  aman melalui pintu-pintu tertentu dan harus terpelihara dengan baik.
(6) Di tempat-tempat tertentu untuk keadaan darurat harus tersedia alat-alat penyelamat yang sesuai dengan kebutuhan.


BAB IV PESAWAT DAN PERKAKAS 


Pasal 9

(1) Pesawat,  pesawat  pengangkat,  mesin  perkakas  dan  perkakas  harus  terbuat  dan terpelihara sedemikian rupa, sehingga memenuhi syarat-syarat teknis yang baik dan aman.
(2) Peralatan termaksud pada ayat (1) harus diperiksa secara berkala.


Pasal 10

(1) Bagian-bagian  pesawat;  mesin  perkakas  dan  alat  transmisi  yang  bergerak,  yang dapat  membahayakan  pekerja  yang  melayaninya  dan  membahayakan  lalu  lintas, harus terlindung dengan baik dan aman.
(2) Pesawat  dan  mesin  perkakas  yang  dalam  penggunaannya   dapat  menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya harus diberi pelindung dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan.
(3) Ruangan diantara pesawat atau mesin perkakas harus cukup lebar dan bebas dari benda-benda yang dapat merintangi dan menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya dan lalu lintas.
(4) Pesawat  dan  mesin  perkakas  yang  karena  akibat  perputaran  yang  sangat  tinggi mungkin  dapat  pecah  beterbangan  harus  dilindungi  dengan  baik,  serta kecepatan putarannya tidak boleh melebihi batas kecepatan aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
(5) Masing-masing  mesin perkakas yang digerakan oleh pesawat secara sentral, harus dapat dihentikan secara sendiri.
(6) Apabila sesuatu pesawat atau mesin perkakas perlu dijalankan untuk percobaan atau hal-hal  lain  yang  bersifat  sementara  dengan  tidak  memakai  alat pelindung  maka pada tempat yang mereka terlihat harus dipasang rambu-rambu tanda bahaya yang jelas.


Pasal 11

(1) Pada pesawat pengangkat  harus dinyatakan  dengan jelas batas daya angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
(2) Bagian-bagian yang bergerak seperti rantai, roda gigi, dan rem serta alat pengaman pesawat pengangkat harus selalu berada dalam keadaan baik.
(3) Pesawat pengangkat harus dilayani oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
(4) Dilarang  membebani  pesawat  pengangkat  melebihi  batas daya angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.


Pàsal 12

(1) Pemasangan dan penggunaan pompa beserta perlengkapannya, untuk bagian-bagian cair  ataupun  gas  termasuk  yang  bertekanan  tinggi  dan  bersuhu  tinggi  ataupun bersuhu rendah sekali harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tekanan kerja di dalam pompa beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas tekanan  kerja  aman  yang  telah  ditentukan  untuk  pompa  itu.  Untuk  keperluan tersebut  harus  dipasang  alat-alat  pengamannya  yang  selalu  dapat  bekerja  dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.
(3) Pompa harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya  menurut tata cara yang ditentukan oleh Kepala Inspeksi.
(4) Apabila terjadi kebocoran pada pompa, aliran zat cair atau gas di dalamnya harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
(5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu pompa dan perlengkapannya,  maka  kemampuan  pompa  tersebut  harus  diuji  kembali.  Syarat- Syarat  pemakaian   yang  diperbolehkan   dan  jangka  waktu  pemakaian   sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.


Pasal 13

(1) Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atau lebih dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan  yang lainnya  masih digunakan,  maka semua  saluran  pipa dari dan ke pompa tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.


BAB VI KOMPRESSOR, POMPA VAKUM, BEJANA TEKAN DAN BEJANA VAKUM


Pasal 14

(1) Kompressor dan bejana tekan adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan melebihi ½ (seperdua) atmosfir tekanan lebih.
(2) Pompa  vakum  dan  bejana  vakum  adalah  peralatan  yang  bekerja  dengan  tekanan kerja di dalam peralatan kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut.


Pasal 15

(1) Pemasangan  dan  penggunaan  kompressor,  pompa  vakum  dan  bejana  tekan  atau bejana   vakum   dan   peralatannya   harus   memenuhi   syarat-syarat   sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Bejana tekan atau bejana vakum, apabila diisi dengan zat cair atau gas bertekanan tinggi atau dibawah atmosfir ataupun dicairkan,  yang dapat menimbulkan  bahaya ledakan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Kompressor,  pompa  vakum dan bejana  tekan atau bejana  vakum harus diperiksa secara  berkala  dan  diuji  kemampuannya  menurut  tata  cara  yang  ditetapkan  oleh kepala Inspeksi.
(4) Pada kompressor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk peralatan tersebut.
(5) Apabila    terjadi    perubahan,    penambahan    atau    pemindahan    terhadap    suatu kompressor, pompa vakum atau bejana tekan atau bejana vakum, maka kemampuan alat-alat tersebut harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali


BAB VII INSTALASI UAP AIR


Pasal 16

(1) Semua  bagian  instalasi  uap air, kecuali  ketel  uap  air, pesawat  uap air dan yang sejenis, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana  tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Pemasangan dan penggunaan instalasi uap air termasuk ketel uap air termaksud pada ayat (1) harus aman, sehingga  dengan demikian  tidak akan menimbulkan  bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.
(3) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap instalasi uap air dan per1engkapannya, maka kemampuan instalasi tersebut beserta perlengkapannya harus diuji kembali, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Pasal 17

(1) Jika pada suatu baterai ketel uap air, sebuah ketel atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke ketel uap air tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan nem mati.
(2) Semua saluran uap air dan air panas yang digunakan harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.
(3) Semua  saluran  uap  air  harus  dilengkapi   dengan   alat  untuk  pembuangan   air kondensat.


BAB VIII TUNGKU PEMANAS


Pasal 18

(1) Tungku pemanas untuk memanaskan atau menguapkan minyak dan gas bumi atau zat-zat  lain  harus  memenuhi  syarat-syarat  sebagaimana  tercantum  dalam  standar yang   diakui   oleh   Menteri,   kecuali   apabila   ditentukan   lain   dalam   Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tungku pemanas harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja dengan baik.
(3) Apabila  terjadi  kebocoran  aliran  minyak  dan  gas  bumi  atau  zat-zat  lain  dalam tungku pemanas, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
(4) Apabila  terjadi  perubahan,  penambahan  atau  pemindahan  terhadap  suatu  tungku pemanas dan perlengkapannya, maka kemampuan tungku pemanas tersebut beserta perlengkapannya  harus diuji kembali, syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.


Pasal 19

(1) Jika pada suatu baterai tungku pemanas, sebuah tungku pemanas atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran  pipa  dari  dan  ke  tungku  pemanas  tersebut  harus  dilepaskan  dan  ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang berisi uap dan cairan panas harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.



BAB IX KONDENSOR DAN HEAT EXCHANGER 


Pasal 20

(1) Kondensor dan heat exchanger beserta perlengkapannya,  baik untuk bagian-bagian cair  atau  gas  dari  minyak  dan  gas  bumi  ataupun  zat-zat  lain,  termasuk  yang bertekanan tinggi dan vakum harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Kondensor  dan  heat  exchanger  beserta  perlengkapannya  harus  diperiksa  secara berkala dan diuji kemampuannya  menurut  tata cara yang ditentukan  oleh Kepala Inspeksi.
(3) Pada kondensor dan heat exchanger harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja dengan baik.
(4) Apabila terjadi kebocoran  aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain di dalam kondensor atau heat exchanger, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
(5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu kondensor atau heat exchanger dan perlengkapannya,  maka kemampuan  kondensor atau heat exchanger tersebut beserta perlengkapannya harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum diinspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.


Pasal 21

(1) Jika pada suatu baterai kondensor atau heat exchanger, sebuah kondensor atau heat exchanger  atau  lebih  harus  dibersihkan  atau  diperbaiki,  sedangkan  yang  lainnya masih dipergunakan maka semua saluran pipa dari dan ke kondensor atau heat exchanger tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.



BAB X INSTALASI PENYALUR


Pasal 22

(1) Pemasangan  dan penggunaan  pipa penyalut beserta perlengkapannya  kecuali pipa penyalur uap air yang bergaris tengah lebih dari 450 (empat ratus lima puluh) milimeter,  harus  memenuhi  syarat-syarat  sebagaimana  tercantum  dalam  standar yang   diakui   oleh   Menteri,   kecuali   apabila   ditentukan   lain   dalam   Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tekanan kerja di dalam pipa penyalur beserta perlengkapannya tidak melebihi batas tekanan  kerja  aman  yang  telah  ditentukan  dan  untuk  keperluan  tersebut  harus dipasang  alat-alat  pengaman  yang  salalu  dapat  bekerja  dengan  baik  diatas  batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.
(3) Letak pipa penyalur di atas permukaan tanah atau di udara harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menggangu lalu lintas orang dan kendaraan.
(4) Pada  tempat-tempat  tertentu  pipa  penyalur  beserta  perlengkapannya  harus  diberi pelindung untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
(5) Pipa penyalur yang ditanam harus dilengkapi dengan alat atau cara untuk menge- tahui dengan segera apabila terjadi kebocoran.
(6) Sistem pipa penyalur harus berada dalam keadaan terpelihara dengan baik.


BAB XI TEMPAT PENIMBUNAN


Pasal 23

(1) Tempat  penimbunan  bahan  cair  dan  gas  lainnya  yang  mudah  terbakar  dan  atau mudah meledak dan zat yang berbahaya lainnya, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini, atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tempat  penimbunan  termaksud  pada  ayat  (1)  harus  dilengkapi  dengan  alat-alat pengaman   dan   dibuat   atau   dibangun   sedemikian   rupa   sehingga   tidak   akan menimbulkan  bahaya kebakaran  atau ledakan serta apabila terjadi kebakaran  atau ledakan harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.
(3) Tempat  penimbunan  yang  berbentuk  tangki  untuk  bahan  cair  harus  dikelilingi dengan tanggul yang dapat menampung sejumlah bahan cair yang ditentukan. Tinggi tanggul tidak boleh melebihi 150 (seratus lima puluh) sentimeter  dari permukaan tanah dibagian luar tempat yang ditanggul. Setiap tempat yang ditanggul harus dilengkapi dengan sistem saluran untuk pengeringan yang dapat ditutup apabila diperlukan.
(4) Kapasitas tempat penimbunan tersebut harus dinyatakan dengan jelas pada masing- masing tempat dan dilarang  mengisi tempat penimbunan  melebihi kapasitas  yang telah ditentukan.
(5) Aliran bahan cair dan gas dari dan ke tempat penimbunan harus dapat dihentikan dengan segera untuk masing-masing tempat penimbunan dari tempat yang aman.
(6) Tempat penimbunan harus selalu berada dalam keadaan terpelihara baik dan khusus untuk   tempat   penimbunan   berbentuk   tangki   secara   berkala   harus   diadakan pembersihan dan pemeliharaan pada bagian dalam.
(7) Kompleks tempat penimbunan harus dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran yang permanen.


BAB XII PEMBONGKARAN DAN PEMUATAN MINYAK DAN GAS BUMI HASIL PEMURIAN DAN PENGOLAHANNYA SERTA BAHAN BERBAHAYA LAINNYAN 


Pasal 24

(1) Membongkar  dan  memuat  minyak  dan  gas  bumi  beserta  hasil  pemurnian  dan pengolahannya,  termasuk gas bumi yang dicairkan, harus memenuhi syarat-syarat  sebagaimana  tercantum  dalam  standar  yang  diakui  oleh  Menteri,  kecuali  apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Peralatan untuk membongkar dan memuat termaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak akan  menimbulkan  bahaya  kebakaran  atau  ledakan  atau  bahaya  lainnya,  serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan atau kecelakaan lainnya harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.
(3) Kepala Teknik wajib mencegah terjadinya pencemaran oleh minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya di tempat membongkar dan memuat.
(4) Dalam hal terjadi kebocoran pada waktu membongkar atau memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya,  maka aliran bahan-bahan tersebut harus  dapat  dihentikan  dengan  segera  dari  tempat  yang  aman,  disusul  dengan tindakan-tindakan pengamanan yang diperlukan.
(5) Untuk bahan cair dan gas lainnya yang berbahaya, diperlukan ketentuan termaksud pada ayat-ayat (1), (2), (3), dan (4).
(6) Pelaksanaan membongkar dan memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya harus diawasi oleh ahli dalam bidang tersebut. Ahli termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.


BAB XIII PENGOLAHAN BAHAN BERBAHAYA DAN ATAU MUDAH TERBAKAR DAN ATAU MUDAH MELEDAK DI DALAM RUANGAN KERJA


Pasal 25

Pengolahan dan penggunaan bahan-bahan tertentu yang bersifat khusus yang berbahaya dan  atau  mudah  terbakar  dan  atau  mudah  meledak  di  dalam  ruangan  kerja,  harus dilakukan dengan cara dan usaha sedemikian rupa sehingga kebakaran ledakan dan kecelakaan lainnya tidak akan terjadi.


Pasal 26

(1) Ruangan kerja tertutup dimana bahan yang mudah terbakar atau meledak dibuat atau diolah, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.   Sekurang-kurangnya  harus  terdapat  2  (dua)  pintu  yang  terbuka  keluar  dan bebas dari rintangan;
b.   Sinar  matahari  yang  masuk  ke  dalam  ruangan  kerja  harus  diatur  secara terpencar;
c.   Jumlah bahan-bahan yang mudah terbakar atau meledak tersebut tidak boleh melebihi jumlah seperlunya yang akan diolah atau digunakan langsung;
d.   Ruangan kerja tersebut harus dilengkapi dengan alat pengaman yang sesuai.
(2) Bangunan dimana dipergunakan  bahan-bahan  berbahaya dan atau mudah terbakar atau meledak,  atau bangunan  tempat penyimpanan  bahan tersebut,  harus terpisah dari bangunan lainnya dan para pekerjanya harus dilengkapi dengan alat pelindung diri yang sesuai.
(3) Dalam  ruangan  kerja  dan  bangunan  termaksud  pada  ayat-ayat  (1)  dan  (2),  para pekerja  dilarang  mengenakan  pakaian  yang  dapat  menimbulkan  bahaya  muatan listrik statis.



BAB XIV PROSES DAN PERALATAN KHUSUS 


Pasal 27

(1) Untuk proses-proses  dan peralatan-peralatan  khusus yang sekaligus  menggunakan tekanan  yang  sangat  tinggi  atau  sangat  rendah,  termasuk  proses  petrokimia,  gas bumi yang dicairkan dan proses-proses lainnya, sepanjang belum diatur atau belum cukup diatur dalam ketentuan-ketentuan  Peraturan Pemerintah ini ditentukan lebih lanjut oleh Kepala Inspeksi.
(2) Untuk pemurnian dan pengolahan di daerah lepas pantai termasuk proses, peralatan, bangunan dan instalasi, sepanjang belum diatur dan cukup diatur dalam ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditentukan lebih lanjut oleh Kepala Inspeksi.



BAB XV LISTRIK 


Pasal 28

(1) Pesawat  pembangkit  tenaga listrik, pesawat  yang menyalurkan  tenaga listrik atau menggunakan tenaga listrik, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang dilakukan oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Untuk  mencegah  terjadinya  kecelakaan  yang  disebabkan  oleh  terputusnya  aliran listrik, Kepala Teknik wajib menjamin kelangsungan aliran listrik tersebut di lokasi- lokasi tertentu atau instalasi-instalasi tertentu di tempat pemurnian dan pengolahan.


Pasal 29

(1) Pesawat  pembangkit  tenaga listrik, pesawat  yang menyalurkan  tenaga listrik atau menggunakan tenaga listrik dan peralatan penyalur tenaga listrik lainnya, harus dipasang  dan  dilindungi  sedemikian  rupa  sehingga  percikan  api  yang  mungkin timbul tidak akan menimbulkan kebakaran terhadap bahan-bahan yang mudah meledakan dan terbakar.
(2) Alat pembantu yang menyalurkan tenaga listrik kepesawat yang menggunakannya harus disusun, diatur dan dipasang dengan baik.
(3) Dilarang menggunakan  kawat atau kabel listrik yang tidak disalut di tempat yang menimbulkan bahaya.
(4) Pengamanan  kawat  atau  kabel  baik  disalut  maupun  tidak,  termasuk  jarak  antara kawat atau kabel tersebut dengan dinding baik di luar maupun di dalam bangunan, tingginya dari permukaan tanah dan jarak antara kawat atau kabel masing-masing harus  cukup.  Luas  penampang  kawat  atau  kabel  tersebut  harus  sesuai  dengan kekuatan arus listrik yang mengalir di dalamnya untuk mencegah timbulnya bahaya.
(5) Kawat atau kabel listrik di atas tanah dan di luar bangunan harus dilengkapi dengan penangkal petir yang baik dalam jumlah yang cukup.
(6) Bagian-bagian  pesawat,  penyalur  atau  peralatan  lainnya  yang  menggunakan  arus listrik  harus  terlindung  dan yang  menggunakan  tegangan  tinggi  harus  dilengkapi dengan tanda peringatan.
(7) Daya  tahan  isolasi  seluruh  jaringan  saluran  listrik  dan  tiap  bagiannya   harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja.
(8) Dalam   penyaluran   tenaga   kerja   listrik   harus   dipasang   sejumlah   sambungan pengaman yang cukup dan dapat bekerja dengan baik.


Pasal 30

(1) Pekerjaan  pemasangan,  pemeliharaan  dan  perbaikan  instalasi  listrik  hanya  boleh dilakukan oleh atau dibawah pengawasan ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
(2) Pekerjaan termaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap pesawat dan penyalur yang  sedang  dialiri  arus  listrik  tegangan  rendah  dengan  mengindahkan  tindakan  pencegahan  kecelakaan.  Dilarang  melakukan  pekerjaan  apapun  terhadap  pesawat dan penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan tinggi.


BAB XVI PENERANGAN LAMPU


Pasal 31

(1) Penerangan lampu dalam instalasi dan diseluruh tempat pemurnian dan pengolahan harus baik.
(2) Dalam tempat pemurnian dan pengolahan serta unit-unitnya tidak boleh digunakan penerangan lampu selain daripada lampu listrik yang dilindungi dengan tutup gelas yang kuat dan kedap gas. Di tempat-tempat yang dianggap perlu sebelah luar tutup lampu tersebut harus dilindungi dengan keranjang pelindung yang baik dan cukup kuat.
(3) Pada tempat dan instalasi tertentu harus disediakan alat penerangan lampu darurat yang aman yang setiap waktu siap digunakan.
(4) Pada tempat dan pekerjaan tertentu harus digunakan arus listrik tegangan dibawah 50 (lima puluh) volt.


BAB XVII PENGELASAN


Pasal 32

(1) Pekerjaan pengelasan hanya boleh dilakukan oleh ahli las yang ditunjuk Teknik dan disahkan oleh Kepala Inspeksi, Ahli las termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(2) Sebelum dilakukan pekerjaan pengelasan harus diambil tindakan pengamanan yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan keadaan setempat untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kebakaran atau ledakan.
(3) Untuk pekerjaan pengelasan tertentu dan di tempat-tempat  tertentu yang dianggap berbahaya wajib digunakan peralatan dan atau cara pengelasan  yang khusus serta harus dengan ijin tertulis Kepala Teknik dan harus diawasi oleh tenaga ahli dalam bidang tersebut.


BAB XVIII PENYIMPANAN DAN PEMAKAIAN ZAT-ZAT RADIOAKTIF

Pasal 33

(1) Penyimpanan, pemakaian dan pemeliharaan zat- zat radioaktif serta peralatan yang menggunakan zat-zat tersebut harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyimpanan, pemakaian dan pemeliharaan zat dan peralatan termaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik dan harus memenuhi syarat-syarat  sebagaimana  yang  tercantum  dalam  peraturan  perundang-undangan yang  berlaku.  Ahli  termaksud  harus  dicatat  oleh  Kepala  Teknik  dalam  Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(3) Kepala Teknik wajib mencegah timbulnya bahaya atau kecelakaan yang disebabkan oleh penyinaran zat-zat radioaktif, dengan cara melakukan tindakan-tindakan  yang diperlukan.


XIX PEMADAM KEBAKARAN


Pasal 34

(1) Alat-alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamatan harus memenuhi syarat-syarat  sebagaimana  tercantum  dalam  standar  yang  diakui  oleh  Menteri, kecuali  apabila  ditentukan  lain dalam Peraturan  Pemerintah  ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Pengusaha   wajib  menyediakan   alat  pemadam  kebakaran   beserta  perlengkapan penyelamat yang baik setiap saat siap untuk digunakan, termasuk instalasi air yang permanen  dengan  tekanan  yang  diperlukan  lengkap  dengan  hydrant  secukupnya, mobil pemadam kebakaran dengan air dan bahan kimia dalam jumlah yang cukup dan apabila diperlukan instalasi permanen untuk pemadam kebakaran dengan bahan kimia.
(3) Instalasi pemadam kebakaran yang permanen disamping dilengkapi dengan sistem pemompaan utama harus dilengkapi pula dengan sistem pemompaan yang tidak tergantung pada jaringan pusat tenaga listrik tempat pemurnian dan pengolahan.
(4) Pada  tempat-tempat   tertentu   harus  disediakan   alat  pemadam   kebakaran   yang portabel  dalam  jumlah  yang  cukup  yang  sejenisnya  disesuaikan   dengan  sifat  kebakaran yang mungkin timbul, serta pekerja yang bekerja di tempat-tempat yang bersangkutan harus dapat melayani atau menggunakan alat tersebut.
(5) Pada   tempat-tempat    tertentu    harus   dipasang    alat   komunikasi    yang   dapat berhubungan langsung dengan station pemadam kebakaran apabila terjadi kebakaran atau kecelakaan.
(6) Pada   tempat   yang   mempunyai   kemungkinan   besar   akan   timbulnya   bahaya kebakaran,  harus dipasang sistem alarm yang apabila terjadi kebakaran  di tempat tersebut dapat segera diketahui.


Pasal 35

(1) Kepala Teknik wajib membentuk regu pemadam kebakaran yang tetap dan terlatih dengan baik serta selalu berada dalam keadaan siap.
(2) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang petugas yang bertanggung jawab dalam hal penanggulangan  kebakaran,  petugas  tersebut  harus  dicatat  oleh  Kepala  Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(3) Kepala  Teknik  wajib  memeriksa  secara  berkala  kondisi  semua  alat  pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat.


BAB XX LARANGAN DAN PENCEGAHAN UMUM DALAM TEMPAT PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN


Pasal 36

(1) Pengusaha harus mengambil tindakan pengamanan terhadap tempat pemurnian dan pengolahan termasuk pemagaran sekelilingnya.
(2) Orang-orang yang tidak berkepentingan  dilarang memasuki tempat pemurnian dan pengolahan, kecuali dengan ijin Kepala Teknik.
(3) Dilarang  membawa  atau  menyalakan  api  terbuka,  membawa  barang  pijar  atau sumber yang dapat menimbulkan percikan api di dalam tempat pemurnian dan pengolahan,  kecuali  di  tempat-tempat  yang  ditentukan  atau  dengan  ijin  Kepala Teknik. Untuk keperluan tersebut Kepala Teknik wajib menunjuk Petugas-petugas yang berhak memeriksa setiap orang. Petugas-petugas tersebut harus dicatat dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(4) Pengusaha  wajib  menentukan  pembagian  daerah  dalam  tempat  pemurnian  dan pengolahan sesuai dengan tingkat bahaya dengan cara memasang rambu-rambu peringatan di tempat-tempat yang mudah terlihat.
(5) Pada tempat-tempat  tertentu dimana terdapat atau diperkirakan terdapat akumulasi bahan-bahan yang mudah meledak dan atau mudah terbakar harus diambil tindakan- tindakan pencegahan  khusus untuk mencegah timbulnya kecelakaan,  ledakan atau kebakaran.
(6) Pada tempat-tempat tertentu yang dianggap perlu dan dimana dapat timbul bahaya harus dipasang papan peringatan atau larangannya yang jelas dan mudah terlihat.


BAB XXI PENCEMARAN LINGKUNGAN


Pasal 37

Pengusaha  wajib  menyediakan  alat-alat  pencegahan  dan  penanggulangan  pencemaran lingkungan.


Pasal 38

(1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah terjadinya pencemaran darat  dan  air  yang  disehahkan  oleh  pembuangan  sampah  industri  termasuk  air buangan industri.
(2) Dilarang membuang air buangan industri yang mengandung kadar zat radioaktif dan bahan kimia yang dapat membinasakan hayati kesaluran air sungai dan laut.
(3) Pembuangan  air bangunan  industri kesaluran  air sungai dan laut tidak boleh me- ngandung:
a. Kadar  minyak  bumi  beserta  hasil  pemurnian  dan  pengolahannya  melebihi jumlah kadar yang ditentukan;
b. Kadar bahan kimia lainnya melebihi jumlah kadar yang ditentukan.


Pasal 39

(1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah pencemaran udara yang disebabkan oleh pembuangan gas dan bahan-bahan lainnya ke udara.
(2) Dilarang membuang gas beracun dan bahan beracun ke udara.
(3) Pembuangan  gas dan bahan lainnya ke udara melalui cerobong pembakaran  tidak boleh mengandung bahan-bahan tertentu melebihi jumlah kadar yang ditentukan.
(4) Gas yang mudah terbakar dan tidak terpakai lagi apabila dibuang ke udara harus dibakar.


BAB XXII PERLENGKAPAN PENYELAMATAN DAN PELINDUNG DIRI 


Pasal 40

(1) Pengusaha wajib menyediakan dalam jumlah yang cukup alat-alat penyelamat dan pelindung diri yang sejenisnya disesuaikan dengan sifat pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing pekerja.
(2) Alat-alat  termaksud  pada  ayat  (1)  setiap  waktu  harus  memenuhi  syarat-syarat keselamatan kerja yang telah ditentukan.
(3) Kepala  Teknik  wajib  mengawasi  bahwa  alat-alat  tersebut  benar-benar  digunakan sesuai  dengan  kegunaannya  oleh  setiap  pekerja  dan  orang  lain  yang  memasuki tempat kerja.
(4) Para pekerja dari orang lain yang memasuki tempat kerja diwajibkan menggunakan alat-alat termaksud pada ayat (1).


BAB XXIII PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN 


Pasal 41

(1) Pada  tempat  harus  ditentukan  dalam  tempat  pemurnian  dan  pengolahan  harus tersedia petugas dan tempat yang memenuhi syarat untuk keperluan pertolongan pertama  pada  kecelakaan,   dilengkapi   dengan  obat  dan  peralatan   yang  cukup termasuk mobil ambulans yang berada dalam keadaan siap digunakan.
(2) Pada tempat-tempat tertentu harus disediakan alat-alat dan obat untuk memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan termasuk alat untuk mengangkut korban kecelakaan.


Pasal 42

(1) Kepala Teknik diwajibkan memberikan pengetahuan mengenai pertolongan pertama pada  kecelakaan  kepada  sebanyak  mungkin  pekerja  bawahannya,  sehingga  para pekerja tersebut mampu memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
(2) Pada  tempat-tempat  tertentu  harus  dipasang  petunjuk-petunjuk  yang  singkat  dan jelas tentang tindakan pertama yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan.


BAB XXIV SYARAT-SYARAT PEKERJA, KESEHATAN DAN KEBERSIHAN.


Pasal 43

(1) Tugas atau pekerjaan  dalam tempat pemurnian  dan pengolahan  yang keselamatan dan kesehatan para pekerjanya sangat tergantung pada pelaksanaan yang baik, hanya dapat  diserahkan  kepada  pekerja-pekerja  yang  dapat  dipercaya  dan  memenuhi syarat-syarat jasmani dan rohani yang diperlukan.
(2) Seorang  pekerja  harus  segera  dibebaskan  dari  tugas  atau  pekerjaannya,  apabila ternyata yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dan kurang dapat dipercaya atau jika oleh Pelaksana  Inspeksi  Tambang  dianggap  perlu  untuk  membebaskan  yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan khusus terhadapnya.


Pasal 44 

(1) Kepala Teknik wajib:
a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan kerja.
b. memperhatikan kebersihan seluruh tempat pemurnian dan pengolahan c.   memperhatikan kesehatan para pekerjanya.
(2) Kepala   Teknik   wajib   menyediakan   air   minum   yang   memenuhi   syarat-syarat kesehatan serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan membersihkan badan bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih, dan memenuhi syarat kesopanan.
(3) Kepala  Teknik  wajib  mengambil  langkah  tertentu  untuk  mencegah  timbulnya penyakit  jabatan  pada para pekerjanya  yang  diperkerjakan  di tempat-tempat  atau dengan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan.


BAB XXV KEWAJIBAN UMUM PENGUSAHA, KEPALA TEKNLK DAN PEKERJA BAWAHANNYA.


Pasal 45

(1) Kepala Teknik wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini dengan cara membina, memberikan instruksi, menyediakan peralatan dan perlengkapan serta melakukan pengawasan yang diperlukan, sepanjang hal itu tidak ditetapkan secara nyata-nyata menjadi kewajiban Pengusaha.
(2) Setiap  pekerja  yang  menjadi  bawahan  dan  Pengusaha  atau  Kepala  Teknik  yang ditunjuk menjadi pimpinan atau ditunjuk untuk melakukan pengawasan pada suatu bagian daripada suatu pekerjaan,  di dalam batas-batas  lingkungan  pekerjaan  yang menjadi wewenangnya, wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini sepenti halnya seorang Kepala Teknik.


Pasal 46

(1) Kepala Teknik atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib mendampingi Pelaksana Inspeksi Tambang pada saat Pelaksana Inspeksi Tambang melaksanakan pemeriksaan di tempat pemurnian dan pengolahan.
(2) Pengusaha, Kepala Teknik dan setiap pekerja yang berada di tempat pekerjaan wajib memberikan keterangan yang benar yang diminta oleh pelaksana Inspeksi Tambang mengenai hal-hal yang diperlukan.
(3) Pengusaha diwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan komunikasi, akomodasi, dan fasilitas lainnya yang layak yang diperlukan Pelaksana Inspeksi Tambang dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.


Pasal 47

(1) Kepala   Teknik   wajib   membuat   dan   menyimpan   di   tempat   pekerjaan   daftar kecelakaan   pemurnian   dan   pengolahan   yang   disusun   menurut   bentuk   yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(2) Kepala   Teknik   wajib  memberitahukan   secara  tertulis   setiap  kecelakaan   yang menimpa seseorang di tempat pekerjaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah kecelakaan tersebut terjadi atau setelah diketahui akibat dari kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspeksi dan Kepala Pemerintah Daerah setempat. Pemberitahuan tersebut harus dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(3) Pemberitahuan harus disampaikan dengan segera kepada Kepala Inspeksi antara lain dengan  telepon,  telex,  telegram  dalam  hal terjadi  kecelakaan  yang  menimbulkan luka-luka   berat   atau   kematian   seseorang   akibat   luka-luka   pada   kecelakaan sebelumnya. kematian tersebut wajib diberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
(4) Kepala Teknik wajib memberitahukan dengan segera kecelakaan yang menimbulkan kerugian  materil  yang besar kepada  kepala  Inspeksi  dengan  menyebut  sifat serta besarnya kerugian tersebut.
(5) Apabila  oleh  Kepala  Inspeksi  dianggap  perlu,  sehubungan  dengan  kemungkinan dapat hadirnya Pelaksanaan Inspeksi Tambang dalam waktu singkat di tempat kecelakaan, sejauh hal tersebut tidak menganggu jalannya tindakan-tindakan penyelamat dan tidak membahayaka, maka segala sesuatu di tempat tersebut harus dalam keadaan tidak berubah sampai selesainya penyidikan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang.
(6) Selambat-lambatnya   10  (sepuluh)  hari  setelah  selesainya  tiap  triwulan,  Kepala Teknik wajib menyampaikan kepada Kepala Inspeksi laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan yang terjadi dalam triwulan tersebut menurut bentuk yang ditetap- kan oleh Kepala Inspeksi.
(7) Setiap  akhir  tahun  takwin,  Kepala  Teknik  wajib  menyampaikan  kepada  Kepala Inspeksi daftar jumlah tenaga kerja rata-rata dalam setahun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.



Pasal 48

(1) Untuk  keperluan   pemberitahuan   termaksud  dalam  Pasal  47  ayat  (2)  dan  (3) kecelakaan pemurnian dan pengolahan dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu:
a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja;
b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan  kehilangan hari kerja dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya;
c. berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya.
d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah terjadinya kecelakaan.
(2) Untuk keperluan laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan  termaksud dalam Pasal  47  ayat  (6),  digunakan  penggolongan  kecelakaan  termaksud  pada  ayat  (1) yang  didasarkan  pada  keadaan  nyata  akibat  kecelakaan  terhadap  pekerja  yang mendapat kecelakaan.


BAB XXVI PENGAWASAN


Pasal 49

(1) Pelaksanaan  Inspeksi  Tambang  berwenang  menetapkan  petunjuk-petunjuk  tertulis setempat yang berhuhungan dengan tindakan-tindakan  yang harus dilakukan untuk melaksanakan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan:
a. ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
b. ketentuan-ketentuan khusus termaksud pada ayat (2).
(2) Direktur  cq.  Kepala  Inspeksi  berwenang  menetapkan  ketentuan  khusus  sebagai pelengkap   dan   ketentuan-ketentuan    yang   telah   ditetapkan   dalam   Peraturan Pemerintah ini.
(3) Pengertian istilah-istilah  : “cukup”, “baik”, “sesuai”, “aman”, “tertentu”, “diakui”, “ditentukan” yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(4) Dalam batas-batas tertentu pada pemeriksaan setempat Pelaksana Inspeksi Tambang diberi wewenang untuk menilai sesuatu keadaan dengan menerapkan istilah-istilah termaksud pada ayat (3).


Pasal 50

(1) Pada tempat pemurnian dan pengolahan wajib ada Buku Pemurnian dan pengolahan menurut bentuk dan contoh yang ditetapkan  oleh Kepala Inspeksi.  Buku tersebut harus disahkan oleh Pelaksana  Inspeksi Tambang  dengan membubuhi  nomor dan paraf  pada tiap-tiap halaman.
(2) Dalam  Buku  Pemurnian  dan  Pengolahan,  Pelaksana  Inspeksi  Tambang  mencatat sendiri segala keputusannya dan pendapatnya mengenai pelaksanaan ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan pada ayat (2), segala pemberitahuan resmi dan Kepala  Inspeksi  Kepada  Kepala  Teknik  yang dilakukan  secara  tertulis,  telegram, telex, atau telepon (setelah disusul dengan pernyataan tertulis), apabila diminta oleh Kepala Inspeksi pemberitahuan resmi tersebut setelah diterima oleh Kepala Teknik, harus  dicatat  dalam  Buku  Pemurnian  dan  pengolahan  dan  dibuat  salinan  sesuai dengan aslinya dan ditandatangani oleh Kepala Teknik.
(4) Selain oleh Pelaksana  Inspeksi  Tambang,  Buku Pemurnian  dan Pengolahan  tidak diperkenankan diisi oleh orang lain dengan catatan-catatan lainnya, kecuali catatan-  catatan   yang   secara   nyata   ditetapkan   dalam   ketentuan-ketentuan    Peraturan Pemerintah ini. Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu salinan catatan tersebut harus dikirim kepada Kepala Inspeksi.
(5) Kepala Teknik diwajibkan selekas mungkin mengirimkan kepada Pengusaha salinan keputusan dan pemberitahuan resmi yang dicatat dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan termaksud pada ayat-ayat (2) dan (3).
(6) Buku  Pemurnian  dan  Pengolahan  harus  selalu  dapat  dibaca  oleh  para  pekerja termaksud dalam Pasal 45 ayat (2).


BAB XXVII TUGAS DAN WEWENANG PELAKSANAAN INSPEKSI TAMBANG 


Pasal 51

(1) Kecuali pejabat-pejabat yang pada umumnya diserahi tugas melakukan penyidikan tindak pidana, kepala Inspeksi dan Pelaksana Inspeksi Tambang berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pelaksana  Inspeksi  Tambang  wajib  membuat  berita  acara  berdasarkan  sumpah jabatannya  tentang  hasil  penyidikan  dan  menyampaikannya  kepada  Direktur  cq. Kepala Inspeksi.
(3) Pelaksana  Inspeksi Tambang  dalam melakukan  tugasnya setiap waktu berwenang memasuki pemurnian dan pengolahan termasuk pada masa pembangunannya.
(4) Dalam hal Pelaksana Inspeksi Tambang ditolak untuk memasuki tempat pemurnian dan  pengolahan  termaksud  pada  ayat  (3),  Pelaksana  Inspeksi  Tambang  dapat meminta bantuan Kepala Pemerintah Daerah dan atau Kepolisian setempat.


BAB XXVIII KEBERATAN DAN PERTIMBANGAN


Pasal 52

(1) Apabila Pengusaha atau kepala Teknik tidak dapat menerima keputusan Pelaksana Inspeksi Tambang  dalam hal-hal yang bersifat teknis, maka ia dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Inspeksi untuk dipertimbangkan.
(2) Keputusan Kepala Inspeksi dalam hal termaksud pada ayat (1) adalah mengikat.



BAB XXIX KETENTUAN PIDANA

Pasal 53

(1) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi Rp 100.000.- (seratus ribu rupiah). Pengusaha yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan BAB I Pasal 3 ayat-ayat (1), (2) dan (3), BAB II Pasal-pasal 4 ayat-ayat (1), (2), dan Pasal 5, BAB XIX Pasal 34, BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (1) dan (4), BAB XXI Pasal 37, BAB XXII Pasal 40 ayat-ayat (1) dan (2) dan BAB XXV Pasal 46 ayat-ayat (2) dan (3).
(2) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000.- (seratus ribu rupiah) Kepala Teknik yang melakukan  pelanggaran  atas ketentuan- ketentuan BAB I Pasal 3 ayat (5), BAB II Pasal 6, BAB III Pasal-pasal 7 dan 8, BAB IV Pasal 9, 10 dan 11, BAB V Pasal-pasal 12 dan 13, BAB VI Pasal-pasal 14 dan 15, BAB VII Pasal-pasal 16 dan 17, BAB VIII Pasal-pasal 18 dan 19, BAB IX Pasal 20 dan 21, BAB X Pasal 22, BAB XI Pasal 23, BAB XII Pasal 24, BAB XIII Pasal-pasal 25 dan 26 ayat-ayat (1) dan (2), BAB XV Pasal-pasal 28, 29 dan 30, BAB XVI Pasal 31, BAB XVII Pasal 32, BAB XVIII Pasal 33, BAB XIX Pasal 35, BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (2), (3), (5) dan (6), BAB XXI Pasal-pasal 38 dan 39, BAB XXII Pasal 40 ayat (3), BAB XXIII Pasal-pasal 41 dan 42, BAB XXIV Pasal- pasal 43 dan 44, BAB XXV Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat -ayat (1) dan (2) dan Pasal 47, BAB XXVI Pasal 50 ayat-ayat (1), (3), (4), (5) dan (6), BAB XXVII Pasal 51 ayat (3).
(3) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu Rupiah) setiap orang yang melakukan pelanggaran atas ketentuan- ketentuan BAB XIII Pasal 26 ayat (3), BAB XXII Pasal 40 ayat (4) dan BAB XXV Pasal-pasal 45 ayat (2) dan 46 ayat-ayat (1) dan (2).
(4) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) barang siapa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan- ketentuan BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (2) dan (3).


Pasal 54

Dipidana  selama-lamanya   3  (tiga)  ulan  atau  denda  setinggi-tinginya   Rp.  100.000.- (seratus ribu rupiah). Pengusaha, Kepala Teknik atau wakilnya yang dalam hal terjadinya pelanggaran oleh bawahannya terhadap ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini:
a. telah   memberikan   perintah   pekerjaan   yang  diketahuinya,   bahwa   perintah- perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
b. karena  tindakannya  atau  kelalaiannya,  ketentuan-ketentuan   dalam  Peraturan Pemerintah ini tidak dapat ditaati;
c. tidak mengambil tindakan terhadap atau kelalaian bawahannya. sedangkan diketahuinya bahwa tindakan atau kelalaian tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundangan;
d. lalai dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya.


Pasal 55

(1) Tindakan  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Peraturan  Pemerintah  ini  adalah pelanggaran.
(2) Jika  tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  53  dan  Perseroan,  suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan  hukuman  pidana  serta  tindakan  tata  tertib  dijatuhkan  baik  terhadap  badan hukum. perseroan, perserikatan atau yayasan itu maupun terhadap mereka yang memberi  perintah  mclakukan  tindak  pidana  yang  dimaksud  atau  yang  bertindak sebagai  pemimpin   atau  penanggungjawab   dalam  perbuatan   atau  kelalaian   itu ataupun terhadap kedua-keduanya.


BAB XXX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 56

(1) Dalam tempat pemurnian dan pengolahan yang sudah ada dan beroperasi pada saat bcrlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib diadakan penyesuaian dengan ke tentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam  hal yang  luar biasa  Direktur  dapat  menetapkan  ketentuan-ketentuan  lebih lanjut mengenai Pelaksanaan ketentuan termaksud pada ayat  (1).


BAB XXXI PENENTUAN PENUTUP


Pasal 57

Hal-hal  yang  belum  atau  belum  cukup  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah  ini  akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.


Pasal 58

Peraturan  Pemerintah  ini mulai berlaku  pada tanggal diundangkan,  agar supaya setiap orang  dapat  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Peraturan  Pemerintah  ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin